Fatahillah Bangun Masjid Al Alam Selesai Satu Malam
Masjid Al Alam di tepi pantai Marunda, Jakarta Utara dibangun oleh Fatahillah tahun 1527 dalam satu malam untuk menghadang armada Portugis.
Saat mengusir tentara Portugis dari Batavia, Fatahillah merasa perlu untuk mendirikan masjid guna menggembleng pasukannya dan sebagai tempat ibadah. Konon masjid yang saat itu hanya berukuran kecil dibangun hanya dalam waktu satu malam bersama prajuritnya.
Masjid Al Alam yang juga dikenal sebagai masjid Si Pitung itu kini masih terawat dengan baik dan berkali-kali dipugar hingga berukuran besar.
Dikisahkan, Fatahillah bersama pasukannya yang berasal dari Banten datang ke tepi pantai Marunda untuk menghadang armada Portugis saat akan mendarat di lokasi itu. Selain diiringi pasukannya, Fatahillah juga ditemani beberapa orang Waliyullah (ulama kekasih Allah) yang memiliki karomah tinggi.
Tetapi Fatahillah tidak menempatkan pasukannya hanya di satu lokasi. Sebagian pasukannya dikonsentrasikan di beberapa lokasi yang berjauhan. Tujuannya agar mempermudah pengintaian seandainya armada Portugis tidak persis mendarat di Marunda.
Belakangan masjid Al Alam, lebih terkenal dengan nama Masjid Si Pitung. Pasalnya, menurut cerita, jagoan Betawi ini banyak menghabiskan waktunya untuk istirahat dan bersembunyi dari kejaran kompeni.
"Dulu Pitung menggunakan masjid ini untuk sembunyi dari kejaran (tentara) Belanda. Katanya, kalau dia sembunyi di sini, dia tidak terlihat oleh Belanda. Makanya, masjid ini sering dibilang sebagai Masjid Si Pitung," jelas penunggu masjid, ditulis wartakota.
Masjid ini berukuran hanya 64 meter persegi berbentuk seperti Masjid Demak, seniornya, dengan atap khasnya. Bangunan masjid ini mengandung tiga unsur budaya yaitu, Jawa, Arab, dan Eropa. Letak gaya khas Jawa terlihat pada atap joglo bertingkat dua. Sedangkan gaya Arab terlihat pada lengkungan di mihrab yang mengambil pola ukiran kaligrafi. Gaya Eropa terlihat dari bentuk empat tiang bulat yang menopang atap masjid.
Langit-langitnya terbuat dari multiplek menutupi atap aslinya yang sudah termakan usia. Ditopang empat pilar bulat pendek, dengan mihrab terlihat gagah, karena menjorok ke dalam tembok didampingi tempat duduk khatib Jumat yang elegan.
Dengan tinggi plafon hanya 2 meter dari lantai masjid. Bagian kiri bangunan dulunya merupakan kolam untuk mencuci kaki sebelum masuk ke masjid, seperti di Masjid Agung Banten. Kini, kolam ini sudah tertutup ubin merah, sementara bekas sumurnya dikelilingi tembok melingkar dengan papan peringatan untuk tak lagi menggunakannya.
Di sisi kiri masjid tua itu, didirikan bangunan tambahan berupa pendopo berukuran 100 meter persegi. Di belakang masjid terdapat beberapa makam tua para pendiri dan atau pengelola, yang tertata rapi diselingi rerumputan hijau yang menambah sejuk udara sekitar.
Setiap hari Jumat, masjid ini kerap dikunjungi kaum muslim dari penjuru tanah air. Kedatangannya, tidak lepas dari keistimewaan sejarah Masjid Al Alam yang konon dibangun oleh para wali juga. Jika diamati, di dalam bangunan masjid terdapat lubang kecil berbentuk setengah oval di bagian kiri masjid. Konon, kala itu lubang tersebut sering digunakan untuk mengintai tentara musuh. (*)