Jumat, 12 September 2025

Semburan Belerang di Danau Tondano

12 Ton Ikan Tondano Mati dalam Semalam

Semburan belerang di dasar Danau Tondano mengusik kehidupan warga. Dalam semelam, sebanyak puluhan ton ikan keramba mati mendadak

zoom-inlihat foto 12 Ton Ikan Tondano Mati dalam Semalam
Istimewa
Danau Tondano di Sulawesi Utara
Laporan Wartawan Tribun Manado, Lucky Kawengian

SUASANA tenang di Desa Tolimembet, Kecamatan Kakas, Senin (8/11/2010) berubah drastis. Sepanjang jalan utama di tepian Danau Tondano tercium bau amis yang menyegat. Disamping jalan, puluhan orang tampak sibuk mengangkat karung plastik berisi ikan kedalam mobil bak terbuka.

Hanya beberapa puluh meter dari batas perkampungan, seorang pria terlihat duduk di tepi danau. Sesekali, pria yang mengenakan kaos lengan panjang berwarna cokelat ini berdiri mengamati puluhan jaring tancap tempat memelihara ikan mas dan mujair. Tanpa peduli rintik hujan yang membasahi tubuhnya, pria ini hanya terus menatap kosong kearah danau.

Maydi Paulus (36), seolah meratapi nasib karena usaha peternakan ikannya merugi. Hanya dalam beberapa jam, hasil jerih payah selama tiga bulan terakhir menguap tanpa sisa. Tanpa terasa, tetesan air mata jatuh kepipinya bersama rintik hujan yang kian deras.

Pukulan ini sangat dirasakan oleh Maydi. Bagaimana tidak, sekitar 12 ton ikan mujair dan mas usia empat bulan yang sebentar lagi akan dipanen mati mendadak hanya dalam waktu satu malam. Jika diperhitungkan, total kerugian yang dideritanya mencapai lebih dari Rp 25 juta.

"Kalau mau jujur, saya merasa ingin mati saja. Usaha saya hampir bangkrut. Semua ikan yang siap dijual mati tak tersisa. Lihat saja ikan-ikan ini. Kalaupun bisa dijual, harganya pasti akan sangat rendah," ujarnya sambi menunjuk tumpukan ikan yang belum dibersihkan.

Sementara itu, tepat dipinggir danau, beberapa kerabat Maydi sedang membersihkan sisik dan isi perut ikan yang telah mati. Saking banyaknya ikan yang dibersihkan, isi perut ikan harus ditampung pada tiga ember berukuran besar.

Sambil terus meratapi kemalangannya, Maydi hanya bisa menggantungkan harapan perputaran modal usahanya pada tumpukan ikan yang ada dihadapannya. Ribuan kilogram ikan ini memang masih bisa dijual, namun harga jualnya dipastikan akan turun drastis. Jika dalam keadaan normal, harga jual ikan mujair atau mas adalah Rp 20 ribu per kilogram. Namun saat ini untuk mencapai harga Rp 10 ribu per kilogram sangat sulit.

"Dalam jaring saya masih ada ikan-ikan yang masih kecil. Tapi mungkin akan kesulitan diberi makan. Tidak mungkin saya mengorbankan keluarga saya hanya untuk memberi makan ikan-ikan kecil ini. Keluarga saya juga butuh makan," ujarnya.

Fenomena matinya puluhan ribu ikan yang dialami Maydi juga dialami puluhan peternak ikan di Desa Kaweng, Tounelet, Paslaten, dan Tolimembet. Namun dari semua desa itu, hanya peternak ikan di Desa Tolimembet yang merasakan dampak paling besar. Bahkan seorang peternak ikan di desa itu harus merelakan ikan siap panen di 80 jaring tancap habis tak tersisa.

Fenomena tahunan ini awalnya terjadi Minggu (7/11/2010). Saat itu, ribuan ikan di Desa Kaweng mendadak mati. Para peternak di desa tersebut terkejut saat hendak memberi makan pada pagi hari mendapati sebagian besar ikan telah mengapung dipermukaan air.

Keesokan harinya, fenomena ini menyerang peternakan ikan di Desa Tolimembet yang hanya berjarak sekitar tiga kilometer kearah utara dari Desa Kaweng.

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan