Tribunners / Citizen Journalism
Rencana Kenaikan Harga BBM
Polemik Naik atau Tidaknya Harga BBM Belum Usai
Meski revisi APBN-P 2012 sudah disepakati, namun polemik mengenai naik atau tidaknya harga BBM bersubsidi masih belum berakhir.
Editor:
Yulis Sulistyawan
Dewi Aryani, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski revisi APBN-P 2012 sudah disepakati, namun polemik mengenai naik atau tidaknya harga BBM bersubsidi masih belum berakhir.
Sejumlah kalangan baik politisi maupun praktisi hukum yang tidak puas dengan keputusan tersebut mulai mengajukan judisial review terhadap revisi UU No. 22 tahun 2011 tentang APBN-P 2012 yang baru saja disepakati tersebut ke MK.
Apa sebenarnya yang telah terjadi secara politik dan hukum dalam polemik kenaikan harga BBM bersubsidi. Tulisan ini mencoba menguraikan hal tersebut.
Inkonstitusionalitas sebuah Kondisionalitas
Pembahasan Revisi UU N0. 22 tahun 2011 tentang APBN-P yang sudah disepakati tanggal 30 Maret 2012 lalu dalam sidang paripurna DPR selain berpotensi melanggar konsitusi juga mengandung contradictory in substance dalam pasal 7.
Syarat kondisionalitas dalam pasal 7 ayat (6A) yang menyebutkan bahwa “Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dalam waktu 6 bulan dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P tahun 2012, pemerintah berwenang melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung” secara materil menciptakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan hukum.
Pasal 7 ayat (6A) ini juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2004 atas judicial review pasal 28 ayat (2) UU No 22 tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Dalam putusan MK tersebut “Harga Minyak dan harga Gas Bumi yang diserahkan kepada mekanisme persaingan usaha” bertentangan dengan mandat konstitusi pasal 33 UUD 1945karena mendorong liberalisasi pengelolaan minyak dan gas bumi.
Sikap sejumlah partai politik yang mengambangkan opsi kenaikan BBM melalui kondisionalitas sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (6A) selain sangat berkharakter politik pencitraan juga memiliki tiga kelemahan konstitusionalitas.
Pertama, pasal ini memberikan kewenangan yang sangat besar kepada pemerintah untuk menentukan harga eceran BBM bersubsidi. Hal ini bertentangan dengan semangat pasal 20 UUD 1945 yang memberikan kekuasaan kepada DPR sebagai pembentuk Undang-Undang.
Apalagi hal ini terkait dengan hajat hidup orang banyak. Dalam pasal 20 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Pasal 7 ayat (6A) revisi UU No. 22 tahun 2011 jelas mencabut fungsi legislasi dan anggaran yang dimiliki oleh DPR dalam menentukan besaran anggaran pendapatan dan belanja negara. Dengan demikian pasal ini berpotensi mengandung unsur inskonstitusionalitas.
Inskonstitusionalitas kedua pasal 7 ayat (6 A) terjadi karena hal ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2004 atas judicial review UU No. 22 tahun 2001. Putusan MK yang mengabulkan larangan penentuan harga minyak dan gas bumi berdasarkan mekanisme pasar masih berlaku hingga kini, sehingga kondisionalitas pasal 7 ayat (6 A) tersebut bertentangan dengan putusan MK tersebut.
Masih terkait dengan hal ini, inkonstitusionalitas ketiga juga terjadi karena pasal 7 ayat (6 A) bertentangan dengan semangat pasal 33 ayat (1), (3) dan (4) UUD 1945, karena berpotensi menyebabkan terlanggarnya semangat azas ekonomi kekeluargaan, prinsip penguasaan negara atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan prinsip keadilan dan kebersamaan. Selain itu, pasal 7 ayat (6 A) juga berpotensi menyebabkan pengabaian hak setiap orang atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil.
Selain bertentangan dengan berbagai macam pasal UUD 1945, pasal 7 ayat (6 A) juga mengandung contradictory in substance dengan pasal 7 ayat (6) yang menyebutkan bahwa harga eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Kedua ayat ini yaitu (6) dan (6 A) jelas jelas memberikan ketidakpastian hukum kepada rakyat.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.