Jaksa Agung Didesak Keluarkan Ketentuan Soal Eksekusi
Jaksa Agung Basyrief Arief, diminta oleh Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) segera menerbitkan ketentuan soal eksekusi putusan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto
TRIBUNNEWS.COM , JAKARTA - Jaksa Agung Basyrief Arief, diminta oleh Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) segera menerbitkan ketentuan soal eksekusi putusan. Hal itu menurut Sekjen AAI, Jhonson Panjaitan, karena banyak putusan dari lembaga peradilan yang cacat hukum, namun harus tetap dieksekusi oleh kejaksaan.
"Soal kecacatan dari sebuah putusan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan secara khusus dalam hal ini Mahkamah Agung," ujar Jhonson, dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Selasa (24/4/2012).
Oleh karena permasalahan ini, Jhonson telah menemui Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas), Marwan Effendy, di hari Senin (23/4/2012).
Dalam pertemuan itu, kata Johnson, Marwan mengakui banyak putusan lembaga peradilan yang cacat hukum. "Ternyata memang JAMwas mengakui bahwa itu juga memang terjadi di Jakarta, di Jawa Timur, di Jambi, di Sumatera Utara, di Kalimantan, dan Sulawesi juga," kata Jhonson.
Kepada Jhonson, Marwan juga mengatakan, dirinya telah meminta kepada Jaksa Agung, agar pihaknya secara tegas melarang jaksa untuk melakukan eksekusi bagi putusan sebuah perkara yang cacat hukum.
"Dia (Marwan) menyatakan sudah menyarankan kepada Jaksa Agung untuk putusan, baik putusan kasasi di mahkamah agung maupun putusan PK-nya agar tidak dieksekusi, karena mengandung kecacatan dan kecacatan itu sesuai dengan norma KUHAP yang ada, karena itu non-eksekutorial (tidak dapat dieksekusi)," bebernya.
Marwan berpandangan, setiap putusan yang dikeluarkan MA tak lantas dapat dilakukan eksekusi. Apalagi putusan MA yang cacat hukum yang di dalamnya tak mengandung perintah untuk eksekusi.
"Jaksa Agung harus berani ngambil keputusan. Jamwas mengusulkan agar persoalan seperti ini, karena ini banyak dan menyangkut nasib orang dan soal ketidakadilan supaya dikeluarkan surat edaran," jelasnya.
Surat edaran tersebut dimaksudkan, agar jaksa-jaksa -- baik di pusat maupun di daerah -- memiliki pegangan dalam bertindak bilamana menerima putusan pengadilan yang cacat hukum.