Kejagung Diminta Tidak Mengeksekusi Putusan Cacat Hukum
Salah satu korban dari ketidakjelasan putusan MA, adalah kasus yang menimpa Direktur Utama PT Parlin Riduansyah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Asosiasi Advokat Indonesia Johnson Pandjaitan mendesak Jaksa Agung membuat surat edaran, terkait maraknya putusan diduga cacat hukum yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA).
Dalam siaran pers yang diterima Tribun, Johnson mencontohkan salah satu korban dari ketidakjelasan putusan MA, adalah kasus yang menimpa Direktur Utama PT Satui Bara Tama (PT SBT) Parlin Riduansyah.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 197 ayat 1 huruf k tentang syarat formal pemidanaan dikatakan, setiap putusan pengadilan yang tidak sesuai dengan pasal tersebut, maka dengan tegas dinyatakan batal demi hukum.
Parlin diduga melakukan kegiatan eksploitasi lahan kawasan hutan di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tanpa izin.
Pengadilan Negeri Banjarmasin pada 19 April 2010, menyatakan terdakwa Parlin Riduansyah bin Muhammad Syahdan, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan ke satu primer, ke satu subsider atau dakwaan kedua, dan membebaskan terdakwa.
Dalam putusan MA, ditulis Parlin tidak ditahan, padahal menurut Johnson ia ditahan. Pada peninjauan kembali (PK), tidak tercantum putusan untuk menghukum Parlin.
"Putusan tersebut cacat hukum, sehingga jaksa tidak dapat melakukan eksekusi," tutur Johnson. (*)
Berita Nasional Terkini
- Reaksi Menolak Kenyataan Keluarga Korban Masih Wajar
- Tiga Alasan Rusia Dibolehkan Ikut Bantu Evakuasi Korban
- KNKT: Besok, Evakuasi Korban Sukhoi Tetap Diutamakan
- Perempuan Inspiratif Nova 2012 Digelar