Jumat, 12 September 2025

Warga Dusun Gempol Menolak Relokasi

Namun beberapa warga bersikeras ingin kembali dan menolak relokasi. Bahkan mengancam akan memindahkan huntara

Editor: Dewi Agustina
zoom-inlihat foto Warga Dusun Gempol Menolak Relokasi
TRIBUN JOGJA/ADROZEN AHMAD
Sejumlah warga menonton jembatan Kali Opak yang tertimbun pasir dan bongkahan batu material vulkanik di Dusun di Dusun Pagerjurang, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan. Jembatan ini ditutup untuk kendaraan roda empat sejak seminggu yang lalu setelah banjir lahar dingin meluap pada Kamis (2/12/2010).

TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Dusun Gempol, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang yang menjadi wilayah paling berdampak banjir lahar Gunung Merapi tetap direkomendasi untuk dikosongkan. Namun beberapa warga bersikeras ingin kembali dan menolak relokasi. Bahkan mengancam akan memindahkan huntara yang sekarang ditempati ke Gempol.

Belasan korban banjir lahar itu turut rapat dengan BPPTK, BBWSSO, BPBD Kabupaten Magelang, Rekompak, dan dinas terkait di Gedung DPRD Kabupaten Magelang, Rabu (23/5/2012). Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD, Susilo Spt dan Wakil Ketua DPRD, Achadi.

Kepala BPPTK Yogyakarta, Subandrio mengatakan, pihaknya merekomendasikan wilayah Gempol sementara dikosongkan. Paling tidak sampai ancaman potensi banjir lahar hujan menurun.

“Material letusan Merapi tahun 2010 di alur Kali Putih itu masih sekitar delapan juta meter kubik. Pada tahun ini, diperkirakan yang turun ke hilir bisa 3,5 juta meter kubik tergantung intensitas hujan. Sehingga BPPTK merekomendasikan Gempol sementara dikosongkan,” tegas Subandrio.

Letusan Merapi 2010 disebutkan mengeluarkan material sekitar 130 juta meter kubik. Saat ini masih tersisa sekitar 90 juta meter kubik mengendap di 15 sungai yang berhulu di Merapi. Antara lain di paling timur Kali Woro, Gendol, Kuning, Boyo, Krasak, Putih, Senowo, Apu dan Pebelan yang ada di paling barat.

“Berdasar modeling banjir lahar, kemungkinan semua sungai itu mendapat limpahan material melalui banjir lahar hujan. Seperti di Senowo ancaman material turun sekitar 3,9 juta meter kubik, Apu 5,4 juta meter kubik, Putih 3,4 juta meter kubik, dan Pebalan yang gabung Senowo dan Apu sekitar 23,5 juta meter kubik,” jelasnya.

Menurut Subandrio, dari 90 juta meter kubik material tersisa di lereng Merapi, kemungkinan yang akan turun menjadi banjir lahar sekitar 30 persen. Tergantung intensitas curah hujan. Sisanya menjadi endapan yang kuat melalui proses terkena hujan terus menerus. Sehingga abu yang mudah luluh terkena air akan habis.

Melihat besarnya potensi ancaman banjir lahar hujan yang masih mungkin terjadi, maka warga di dekat alur sungai tersebut sebaiknya waspada. Termasuk kawasan Gempol yang merupakan daerah paling terancam banjir lahar di sepanjang alur Kali Putih.

Kabag Tata Usaha Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSSO), Mujadi, juga merekomendasikan Gempol tidak lagi dijadikan pemukiman warga. Saat ini pelurusan alur Kali Putih di Gempol untuk mengurangi limpasan material saat banjir lahar hujan, masih dikerjakan.

“Bangunan pengelak banjir lahar sepanjang 2.800 meter di sejumlah alur sungai juga akan kita kerjakan. Termasuk di alur Kali Putih di Gempol sepanjang 600 meter hingga muara yaitu di Kali Progo,” ungkapnya.

Mujadi mengatakan, tahun ini pihaknya akan membangun sabo dam di Kali Putih sebanyak tujuh buah. Sekarang semuanya sudah ada 38 sabo dam di sungai-sungai yang berhulu di Merapi. Pada tahun 2013 rencananya akan membangun lagi hingga berjumlah 77 sabo dam sesuai yang direncanakan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, Eko Triyono mengatakan, di Jumoyo terdapat 193 rumah yang rusak akibat banjir lahar. Pemerintah menawarkan warga untuk relokasi karena daerahnya berada di area rawan bencana banjir lahar Merapi.

“Setiap kepala keluarga yang mau relokasi, mendapatkan stimulan Rp 30 juta untuk membangun hunian tetap dan Rp 7 juta untuk membeli tanah bersertifikat. Warga diberi kebebasan mencari lokasi hunian baru sendiri, berkelompok, atau dicarikan pemerintah,” ungkapnya.

Namun Kepala Dusun Gempol, Sugiyarto mengatakan, warga yang sekarang menghuni huntara karena rumahnya rusak, menolak mendapatkan hunian tetap (huntap) namun direlokasi. Warga tetap menginginkan huntap dibangun di Gempol karena tidak ingin kehilangan komunitas warga Gempol.

“Bila BPBD Kabupaten Magelang tidak mengabulkan harapan warga, warga segera memindahkan huntara yang sedang ditempati ke Gempol,” tegasnya mewakili warga.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan