Minggu, 7 September 2025

Doa Poppy Darsono untuk Rekonsiliasi Keraton Surakarta

Bermula sejak mangkatnya Pakubuwono XII, takhta Keraton Surakarta diperebutkan anak-anaknya yakni Hangabehi dan Tedjowulan

Penulis: Y Gustaman
Editor: Gusti Sawabi
zoom-inlihat foto Doa Poppy Darsono untuk Rekonsiliasi Keraton Surakarta
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Paku Buwono XIII Hangabehi, Walikota Solo Joko Widodo, dan KGPH Panembahan Tedjowulan (ki-ka) bersalaman dalam acara syukuran rekonsiliasi keluarga Keraton Surakarta, di Jakarta, Minggu (20/5/2012). Keraton Surakarta mengalami perpecahan pada tahun 2004, setelah wafatnya Paku Buwono XII yang tidak meninggalkan putera mahkota, namun dengan adanya rekonsiliasi tersebut kini Keraton Surakarta bersatu dengan PB XIII Hangabehi sebagai rajanya. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

Laporan Yogi Gustaman

TRIBUN, JAKARTA - Wajah Poppy Darsono begitu menyimpan pengharapan. Di balik senyumnya, ia berharap bisa kembali lagi ke Keraton Kasunanan Solo Hadiningrat, setelah adanya rekonsiliasi Paku Buwwono XIII Hangabehi dan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung Tedjowulan menjadi Dwi Tunggal. 

Bermula sejak mangkatnya Sri Susuhunan Pakubuwono XII pada 2004 silam, takhta Keraton Surakarta diperebutkan anak-anaknya yakni Hangabehi dan Tedjowulan, dari ibu yang berbeda. Sejak itu Keraton Surakarta memiliki dua raja. Namun, prahara selama delapan tahun itu kini menuju pintu damai.

Poppy yang juga tercatat sebagai sentono atau kerabat keraton dari Pakubuwono IX mengaku, sampai saat ini belum bisa menginjakkan kakinya lagi ke Keraton Surakarta. "Selama konflik saya enggak pernah ke sana. Itu berlaku untuk para sentono lainnya," ujar Poppy di Jakarta.

Belakangan, upaya rekonsiliasi ini didukung pemerintah pusat dan daerah. Belum lagi, putera-puteri PB XII turut mendukung kepemimpinan Dwi Tunggal. Poppy dan sentono lainnya seperti Bandoro Raden Ayu Mooryati Soedibyo ikut mendukung upaya ini. 

Selama ini, Poppy mengaku hanya bisa membantu eksistensi Keraton Surakarta dengan memberikan bantuan. Namun, tempo kepemimpinan dua raja sejak delapan tahun lalu, tak bisa lagi membantu. Begitu juga dengan BRA Mooryati Soedibyo. 

Poppy mengaku, adanya matahari kembar selama delapan tahun dalam Keraton Surakarta sangat merugikan. "Keraton kehilangan auranya, suram. Lampu-lampu gelap, kusam. Saya merasa miris. Keraton Solo ada simbol terakhir dari kebudayaan Jawa," ungkapnya. 

Masa depan Dwi Tunggal, Poppy melanjutkan, terletak pada putera-puteri PB XII. Mereka lah yang tahu persoalan ini, termasuk untuk mengajak putera-puteri PB XII lainnya yang tidak setuju Dwi Tunggal. Sebagai sentono dalem, Poppy dan yang lainnya hanya bisa mendukung rekonsiliasi ini. 

"Sebagai kerabat dari PB IX kita mendukung bagaimana pemerintahan Keraton Surakarta di bawah Dwi Tunggal berjalan sukses. Ini masalah waktu saja. Menteri, Ketua DPR dan wali kota mendukung semuanya. Tinggal ke depan ada reunifikasi," tandasnya. (*)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan