Kasus Hambalang
Kader Demokrat Dicecar Seputar Kongres PD
Mantan Ketua DPC Demokrat, Boalemo, Gorontalo, Ismiyati merampungkan pemeriksaan sebagai terperiksa pada kasus penyelidikan
Penulis:
Edwin Firdaus
Editor:
Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua DPC Demokrat, Boalemo, Gorontalo, Ismiyati merampungkan pemeriksaan sebagai terperiksa pada kasus penyelidikan proyek pembangunan Sport Center Hambalang, Jawa Barat, Senin (11/6/2012) petang.
Seusai diperiksa hampir 5 jam, Ismiyati mengaku kepada wartawan kalau dirinya dicecar penyidik seputar dana proyek Hambalang yang kemungkinan mengalir di Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 lalu.
"Ditanya sekitar enam pertanyaan, seputar kongres Partai Demokrat di Bandung," kata Ismiyati usai diperiksa KPK, Jakarta, Senin (11/6/2012).
Menurut Ismiyati, Kongres Partai Demokrat memang bertaburan duit pelicin. Bahkan sampai miliyaran rupiah. "Semua dibagi untuk pimpinan-pimpinan cabang Partai Demokrat," terang Ismiyati.
Iya sendiri, sambungnya mengakui telah menerima duit 7 ribu Dollar Amerika. "Uang diterima bertahap," ujarnya.
Namun, Ismiyati mengaku tidak tahu dari mana uang itu berasal, kendati instruksi pemberi yakni untuk memilih Anas Urbaningrum pada kongres Partai Demokrat tersebut.
Sebelumnya, terpidana suap Wisma Atlet Sea Games, Muhammad Nazaruddin, sering menyebut ada duit Hambalang di Kongres Demokrat. Dia menuding duit itu disebar untuk memenangkan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umumnya.
Dalam menyelidiki Hambalang, KPK sudah memeriksa lebih dari 60 orang yang disebut-sebut mengetahui adanya penyimpangan di proyek tersebut. KPK telah memeriksa, antara lain, pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan konsultan proyek dan istri ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Atthiyah Laila.
Atthiyah disebut-sebut sebagai Komisaris PT Dutasari Ciptalaras, perusahaan subkontrak dari dua perusahaan BUMN, PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Dua perusahaan terakhir diplot membangun Sport Center Hambalang.
Pembangunan Hambalang semula disebut menelan biaya hingga Rp 1,5 triliun. Belakangan, KPK menemukan proyek tersebut sebenarnya menelan biaya Rp 2,5 trilun.
Baca Juga: