MK Minta Pemohon Perbaiki soal Ambang Batas Parlemen
Dalam persidangan perdana mengenai uji materiil UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, Majelis Panel Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Front

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam persidangan perdana mengenai uji materiil UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, Majelis Panel Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Front Banteng Lima selaku pemohon untuk memeriksa kembali putusan MK sebelumnya.
"Konstruksi atau alasan hukum mahkamah dalam perkara Nomor 3/PUU-VI/2009 itu perlu dihayati lagi supaya tidak nebis in idem (Batal karena sudah diputus dalam persoalan sebelumnya)," ujar anggota majelis panel, Akil Mochtar dalam persidangan yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (15/6/2012).
Akil juga menjelaskan kepada dua pemohon, yakni Front Banteng Lima dengan Partai NasDem mengenai petitum kedua pemohon yang meminta untuk membatalkan seluruh UU dan memberlakukan kembali UU Pemilu No 10 Tahun 2008. Menurutnya, MK tidak memiliki kewenangan untuk menghidupkan kembali UU yang sudah dibatalkan.
"Itu diluar kewenangan MK. Jadi cukup menyatakan bahwa bertentangan Undang-Undang Dasar dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Nah itu konsekuensi uji formal," kata Akil.
Setelah Majelis Panel membacakan beberapa saran, Ketua Majelis Panel, Achmad Sodiki memberikan para pemohon waktu selama 14 hari sejak sidang perdana untuk melakukan berbagai perbaikan.
Dalam persidangan, Partai Nasional Indonesia (PNI) dan sejumlah kader partai PDP Noviantika Nasution, Max Lau Siso, Badikenita Sitepu (PNBKI), Lasmidara (PPDI) menilai proses pembentukan UU Pemilu Legislatif terlalu memaksakan.
Disebutkan ketentuan syarat kepesertaan Pemilu tidak adil dan diskriminatif yang terletak dalam Pasal 208 UU Pemilu Legislatif ketika antara partai politik (Parpol) yang memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dengan Parpol peserta Pemilu sebelumnya yang tidak memenuhi ambang batas parlemen.
Kenaikan ambang batas parlemen dari 2,5 menjadi 3,5 persen mengakibatkan banyaknya entitas dan komunitas lokal tidak terwadahi atau terwakili di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Menurutnya, proses pembentukan UU Pemilu Legislatif menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil karena tidak membuat perubahan yang lebih baik, tetapi justru menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.
Karena itu, para pemohon meminta agar UU Pemilu Legislatif secara keseluruhan baik formil dan materil bertentangan dengan UUD 1945, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menyatakan UU Nomor 10 Tahun 2008 berlaku kembali sebagai UU Pemilu Tahun 2014.
Sementara itu, pemohon lain yakni Partai Nasional Demokrat (NasDem) juga memohon pengujian UU Legislatif. NasDem memohon pengujian Pasal 8 (1) dan (2) UU Pemilu Legislatif soal persyaratan verifikasi Parpol yang tidak memenuhi syarat ambang batas dalam Pemilu sebelumnya.
Dalam Pasal tersebut, hanya partai nonparlemen yang diwajibkan untuk verifikasi parpol dan dinilai menguntungkan peserta pemilu sebelumnya yang lolos ambang batas (sembilan partai besar) karena tanpa harus melewati tahapan verifikasi parpol lagi.
Baca Juga: