Jembatan Sangatta Selatan Sulit Diwujudkan
Secara faktual, kondisi jalan di dua arah tersebut memang banyak memiliki titik kerusakan dengan beragam level.
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Usulan perlunya pembangunan jembatan yang menghubungkan Kecamatan Sangatta Utara dengan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), terus mengemuka. Hal ini dinilai penting untuk efektifitas, efisiensi, dan keamanan transportasi warga.
Terkait usulan tersebut, Kepala Bagian Pembangunan Sekretariat Kabupaten Kutim, Suprihanto, menilai pembangunan jembatan di pusat kawasan Sangatta Selatan sulit diwujudkan. Ia menyebut, secara teknis, jembatan itu berat diwujudkan dari sisi apapun.
"Untuk penghubung Sangatta Utara dan Sangatta Selatan sudah ada dua jembatan yaitu Jembatan Pinang dan Kampung Kajang. Dengan adanya dua jembatan, secara perencanaan sudah terwakili," katanya.
Namun yang menjadi masalah krusial adalah akses jalan yang kurang baik. Secara faktual, kondisi jalan di dua arah tersebut memang banyak memiliki titik kerusakan dengan beragam level. Mulai dari kondisi jalan berlubang, bergelombang, hingga jalan terkupas yang menampakkan rangka besi.
"Sebenarnya jalannya yang kurang representatif. Kalau dari jarak sudah masuk. Kalau jalannya representatif, ada pelebaran dan peningkatan, saya pikir masyarakat oke-oke saja. Karena jalan yang rusak itulah masyarakat merasa jarak tempuh begitu jauh dan sulit," katanya.
Untuk kesulitan pembangunan jembatan, pembebasan lahan harus dilakukan dalam skala luas. Terlebih kawasan sudah padat permukiman.
"Jembatan juga harus mempunyai pondasi atau dudukan yang settle (kokoh--red). Di kawasan daerah aliran sungai itu sulit dibangun pondasi yang settle," katanya.
Karena itu yang lebih baik dilakukan, menurutnya adalah perbaikan jalan. "Saat ini pembangunan masih terkendala status Taman Nasional Kutai (TNK). Ketika persoalan TNK sudah ada solusinya, perbaikan dan peningkatan jalan akan diprioritaskan," katanya.
Akses dari dan menuju Sangatta Selatan selama ini mengandalkan jalur darat dan melintasi sungai. Jalur darat dapat ditempuh dari tiga arah, yaitu dari Jl HM Ardans, jalan area Pertamina, dan jembatan Kampung Kajang. Namun ketiga akses jalan ini, selain dinilai cukup jauh untuk ditempuh, juga rawan banjir dengan area rendaman yang relatif luas.
Sedangkan moda transportasi sungai mengandalkan rakit penyeberangan yang diistilahkan ponton oleh warga. Ponton hanya beroperasi pada sungai yang lebarnya sekitar 30 meter. Dengan ponton, jarak tempuh dan waktu tempuh relatif pendek, serta berada di kawasan pusat aktivitas kecamatan.
Sebelumnya, Kepala Desa Sangatta Selatan, M Sjaim, mengatakan banjir periodik sering membuat akses transportasi terputus.
"Yah, seperti biasa Sangatta Selatan kembali terisolir. Mau lewat Jl Ardans dan Kampung Kajang sama-sama terjebak banjir. Satu-satunya cara lewat ponton. Itupun hanya sepeda motor dan antreannya sangat panjang. Karena dalam kondisi banjir hanya sedikit ponton yang jalan," katanya.
Atas kondisi ini, Sjaim menyatakan hal yang paling utama dibutuhkan adalah akses transportasi berupa jalan dan jembatan. Hal ini sudah dikomunikasikan dengan Pemkab Kutim, namun belum ada respon. Keberadaan kawasan di wilayah Taman Nasional Kutai (TNK) kembali menjadi salah satu alasannya.
"Yang kami butuhkan adalah jalan dan jembatan. Kami yakin SKPD terkait memiliki kemampuan untuk meninggikan jalan sekaligus menambah gorong-gorong. Jembatan yang terletak di pusat kawasan juga sangat diperlukan. Akses transportasi itu urat nadi perekonomian," katanya.