Selasa, 26 Agustus 2025

RUU Perguruan Tinggi Langgar Hak Asasi

Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) tetap menolak Rancangan

Editor: Hendra Gunawan

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Fatimah

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) tetap menolak Rancangan Undang Undang Perguruan Tinggi (RUU PT). Mereka menganggap, masih ada ketidakkonsistenan antarpasal dan kertancuan antara satu UU dengan UU yang lain pada RUU tersebut.

ABPPTSI juga menganggap bahwa RUU ini telah melanggar lima rambu-rambu konstitusi negara. Karena itu, jika pemerintah tetap mengesahkannya menjadi UU,  pemerintah termasuk DPR telah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi.

"Masih penolakan, prinsip bagi kami. Peraturan perundang undangan apa pun yang melanggar rambu-rambu, pasti kami tolak," kata Ketua ABPPTSI Pusat Prof Dr Thomas Suyatno, ditemui disela-sela acara Sarasehan Pro Kontra RUU PT dan Akreditasi Antara Harapan Serta Permasalahannya yang digelar Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Wilayah Jawa Barat & Banten bekerjasama dengan Yayasan Pendidikan Telkom Group di Kampus Politeknik Telkom Jalan Komunikasi, Dayeuhkolot, Rabu (20/6/2012).

Menurutnya, peraturan perundang-undangan apapun harus menganut prinsip pluralisme atau keberagaman. Di Indonesia terdapat 3.016 Perguruan tinggi swasta, jika akan diseragamkan makan telah melanggar rambu pertama yakni keberagaman. Bila tetap dipaksakan akan timbul komplikasi besar.
Rambu kedua adalah prinsip nondiskriminasi. Mahasiswa di PTS dan PTN adalah warga negara Indonesia yang harus diperlakukan sama. Dan non deskriminasi ini berlaku juga dalam hal bantuan yang diterima.

"Karena itu adalah uang rakyat yang berasal dari pajak, jangan ada perbedaan dalam pemberian bantuan," katanya.

Hal lain yang dilanggar RUU PT, adalah hak azasi dalam konstitusi negara. Sudah jelas bahwa badan penyelenggara PTS seperti yayasan itu sudah badan hukum. Karenanya swasta tidak perlu lagi ada payung hukum baru. Berbeda dengan PTN yang masih  perlu badan hukum.

"Silakan saja buat payung hukum untuk PTN. Sekarang tiba-tiba lahir RUU PT, padahal putusan MK jelas yang harus dikeluarkan itu UU tentang badan hukum pendidikan yang memayungi PTN. Sebab sampai saat ini PTN vakum tidak punya payung hukum," katanya.

Dalam RUU PT juga disinggung tentang otonomi, namun kenyataannya masih serba diatur pemerintah.  Dalam RUU PT ada 102 pasal, menyusul 12 PP dan 36 Permendiknas. Dengan semua itu, pemerintah masih terus mengendalikan PT. Bila seperti itu, maka apa artinya otonomi kalau semua dikendalikan pemerintah. "Jika DPR dan pemeritah tetap (mensahkan), jelas ini melawan putusan MK," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya sudah melayangkan surat ke presiden, DPR, dan pemerintah. Meski belum ada respons, ia mengingatkan  jangan tergesa-gesa mengundangkan RUU PT.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Yayasan Pendidikan Telkom Johni Girsang mengatakan, ketakutan mayoritas yayasan terhadap RUU PT ini adalah dihilangkannya fungsi dari yayasan, meski secara detail dirinya belum melihat seperti apa RUU PT ini. Namun jika mendengar penjelasan dari panja, RUU PT ini lebih mendorong PT untuk meningkatkan mutu.

Baca juga:

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan