Difteri Tewaskan 23 Warga Surabaya dalam Enam Bulan
menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar bengkak, dan lemas.
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Wabah difteri kembali menyerang warga Jatim. Selama kurung waktu enam bulan terakhir, tercatat 515 orang yang terkena difteri. Dari jumlah itu, 23 orang meninggal dunia. Jumlah ini dipastikan akan terus bertambah hingga tutup tahun nanti.
Akibat banyaknya korban meninggal dunia tersebut, untuk kedua kalinya secara berturut-turut Jatim ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) difteri.
Difteri sendiri adalah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Biasanya mempengaruhi selaput lendir dan tenggorokan. Difteri umumnya menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar bengkak, dan lemas.
Dalam tahap lanjut, difteri dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi seperti itu pada akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan berujung pada kematian.
Tanda dan gejala difteri meliputi, sakit tenggorokan dan suara serak,
nyeri saat menelan, pembengkakan kelenjar (kelenjar getah bening
membesar) di leher, dan terbentuknya sebuah membran tebal abu-abu
menutupi tenggorokan dan amandel, sulit bernapas atau napas cepat,
demam, dan menggigil.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim Budi Rahaju mengatakan, tingginya jumlah penderita dan korban meninggal dunia difteri tersebut terlihat dibandingkan kasus yang terjadi tahun lalu. Pada 2011, jumlah penderita difteri sebanyak 665 orang.
"Dari jumlah itu, yang meninggal hanya 19 orang," ujarnya, Senin (2/7/2012).
Menurut Budi, dari 38 kabupaten/kota di Jatim, difteri menyerang 37 daerah. Hanya Kabupaten Bojonegoro yang hingga kini belum diketahui apakah sudah terjangkiti difteri atau belum, karena sampai sekarang belum melaporkan ke Dinkes Jatim.
Situbondo menjadi daerah paling banyak terkena serangan difteri dengan jumlah penderita 110 orang. Setelah itu disusul Jombang, Bangkalan dan Surabaya.
"Khusus Situbondo, kasus difteri marak karena penduduknya banyak yang belum diimunisasi. Padahal itu sangat penting untuk menghindari seseorang serangan difteri," jelas Budi.
Sedangkan untuk Surabaya, faktor banyaknya penduduk musiman menjadi salah satu penyebabnya. Dengan mobilitas penduduk yang tinggi mengakibatkan terjadinya penularan.
Untuk itu, pihaknya, kata Budi terus melakukan imunisasi dengan sasaran anak dibawah usia 15 tahun yang saat ini rawan terhadap serangan difteri.