Senin, 25 Agustus 2025

Ledakan di Depok

Kelompok Teroris 'Junior' Lebih Sulit Dideteksi

Namun, lanjut Imdad, jaringan teroris seperti inilah yang menjadi sulit dilihat.

Penulis: Mochamad Faizal Rizki
zoom-inlihat foto Kelompok Teroris 'Junior' Lebih Sulit Dideteksi
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Suasana di dalam Yayasan Yatim Piatu Pondok Bidara, Beji, Depok, Jawa Barat, terlihat rusak parah akibat ledakan, Minggu (9/9/2012).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Imdadun Rahmat mengatakan, munculnya berbagai kelompok teror baru dengan kecenderungan keterlibatan anak-anak muda bahkan remaja belasan tahun, membuat publik makin prihatin.

"Trend 'teroris junior' mulai tampak ketika kelompok 'bom buku' Pepi Fernando beraksi. Setelah itu, menyusul pengebom masjid di Cirebon oleh kelompok Tauhid Wal Jihad (TWJ) yang diawaki anak-anak muda pula," ujar Imdadun Rahmat, Selasa (11/9/2012).

Yang paling mutakhir, lanjut Imdad, kelompok Firman dan kelompok Toriq, yang juga tergolong 'anak kemarin sore' dalam konstelasi jaringan teror di Indonesia.

"Peringkat mereka jelas jauh di bawah alumnus jihad Afganistan atau aktor inti Jamaah Islamiyyah," imbuh Imdad.

Penulis buku 'Gerakan Islam Radikal' menjelaskan, Azahari, Imam Samudra, Mukhlas, Nurdin M Top, Dulmatin, Umar Patek, dan teroris beken lainnya, jika diibaratkan sebagai bukit yang menjulang, maka kelompok baru ini seperti gundukan tanah saja.

"Dulu, untuk melancarkan aksi, kelompok teroris harus merencanakan sedetail dan serapi mungkin, seperti WTC, Bom Bali I dan II. Kini, bom belum di apa-apakan sudah meledak duluan. Ini bukti bahwa kelompok teror baru belum memiliki organisasi yang matang dan terencana," tutur Imdadun.

Namun, lanjut Imdad, jaringan teroris seperti inilah yang menjadi sulit dilihat. Bahkan, jika terdeteksi oleh aparat intelijen, dianggap bukan prioritas.

"Berbagai jaringan baru ini lebih ramping, jalan sendiri-sendiri, independen dengan pimpinan internal dan tanpa organisasi yang rumit," paparnya.

Yang menjadi bahaya, terang Imdad, sistem rekrutmen, keanggotaan, serta komando terputus dan terpisah-pisah dari kelompok lain.

"Maka, wajar jika polisi kesulitan menghubungkan keterkaitan antara terduga di Solo dengan yang di Tambora atau Depok," bebernya.

Imdad menilai, kelompok-kelompok baru ini lebih mengarah kepada karakter individual (fardiyah) daripada pola kolektif (jama'iyyah).

"Karena itu, mereka menyebut aksi jenis ini sebagai jihad fardy (jihad individual), sehingga sulit terbongkar jika intelijen tidak mampu masuk dalam 'elemen internal' masing-masing kelompok kecil-kecil ini," ucapnya. (*)

BACA JUGA

Sumber: TribunJakarta
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan