Hartati Murdaya Tersangka
Gede Pasek: Semoga Bu Hartati Tabah
Menurut Gede Pasek, posisi Hartati adalah korban dari sistem ketatanegaraan
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Gusti Sawabi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan anggota dewan pembina Partai Demokrat (PD) Hartati Murdaya. Menanggapi hal tersebut Ketua DPP PD Gede Pasek Suardika mengaku partainya menghormati keputusan KPK.
"Sebagai teman satu partai, kami mendoakan semoga Ibu Hartati dan keluarga tabah menghadapi masalah ini dan yakin, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya," kata Gede Pasek di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/9/2012).
Menurut Gede Pasek, posisi Hartati adalah korban dari sistem ketatanegaraan dimana era otonomi daerah tidak berjalan dengan baik. Gede Pasek menyampaikan kasus tersebut bermula dari investasi keamanan di Buol yang sudah berjalan belasan tahun.
"Diganggu terus dan menimbulkan kerugian yang besar, lalu kekuatan incumbent di sana, meminta semacam bantuan finansial ketika akan maju pilkada, posisi buah seperti buah simalakama, kalau tidak hubungan kekuasan baik di daerah maka kemananan investasi akan merugi tetapi kalau diikuti kejadian seperti sekarang," ungkapnya.
Sebelumnya, pemilik PT. Hardaya Inti Platation, Hartati Murdaya langsung di tahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Rabu (12/9/2012) petang. Dengan mengenakan baju tahanan, Hartati keluar dengan kursi rodanya.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Hartati sebagai tersangka atas dugaan menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu. Pemberian suap tersebut diduga terkait kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Hartati pun terancam hukuman lima tahun penjara. Dalam kasus ini, KPK juga sudah menetapkan Bupati Amran dan dua anak buah Hartati, yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono sebagai tersangka. Adapun Yani dan Gondo masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.