Minggu, 5 Oktober 2025

Hamil Duluan Picu Nikah di Bawah Umur

Jumlah kasus pernikahan dini di Jombang terus meningkat. Data dari Pengadilan Agama (PA) Jombang menunjukkan adanya peningkatan

zoom-inlihat foto Hamil Duluan Picu Nikah di Bawah Umur
Ist
Ilustrasi Hamil

Laporan Wartawan Surya, Sutono

TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG – Jumlah kasus pernikahan dini di Jombang terus meningkat. Data dari Pengadilan Agama (PA) Jombang menunjukkan adanya peningkatan drastis untuk pernikahan di bawah umur tersebut.
    
“Tahun lalu, ada 89 dispensasi nikah (di bawah umur) yang kita keluarkan,” kata Panitera Muda (Panmud) Hukum PA Jombang, Ahmad Syaikhu, senin (15/10/2012). Tahun ini, jumlahnya dipastikan meningkat pesat.
    
Mulai Januari hingga September saja, sudah ada 160 permohonan yang masuk. “Dari jumlah itu, bisa dibilang 100 di antaranya untuk dispensasi nikah di bawah umur,” kata Syaikhu. Jumlah itu diperkirakan masih akan terus bertambah hingga akhir tahun.
    
Dispensasi nikah itu sendiri diperlukan bila laki-lai yang ingin menikah usianya kurang dari 19 tahun atau si perempuan kurang dari 16 tahun.
    
“Alasan yang diutarakan untuk meminta dispensasi biasanya normatif. Yakni ditakutkan terjadi perzinahan atau karena pacarannya sudah sulit dipisahkan,” kata Syaikhu.
    
Namun di muka persidangan, selalu terkuak alasan sebenarnya. Yakni karena si perempuan sudah hamil duluan. Memang, kata Syaiku, tidak selalu karena sudah hamil, namun itu yang terbanyak.
    
“Di hadapan majelis hakim pasti mereka mengaku. Sebab jika tak ada alasan yang mendesak, hakim tak akan mau mengeluarkan dispensasi nikah,” paparnya.
    
Imbas pernikahan dibawah umur itu cukup banyak. Apalagi bila didahului hamil duluan. Salah satunya rentan terhadap perceraian. Dari 2.000-an kasus perceraian yang masuk tiap tahunnya, alasan karena pernikahan di bawah umur memang selalu nihil di PA Jombang.
    
Sebab dalam kasus pernikahan dini itu, alasan yang kerap memicu perceraian adalah tidak adanya tanggungjawab pascapernikahan. Ini sebagaimana dialami sebut saja Surti bukan nama sebenarnya, asal Desa Mojongapit, Jombang Kota.
    
Dia mengaku sudah berhubungan layaknya suami istri dengan pacarnya sejak sama-sama duduk dibangku kelas satu SMA. “Hubungannya selalu di rumah saya. Tidak pernah di hotel. Di rumah dia cuma sekali,” kata Surti.
    
Hendak ujian akhir kelas tiga, dia mendadak hamil. Dia pun menuntut agar si cowok menikahi. Usai kelulusan, si cowok pun menikahinya. Tapi setelah menikah, dengan alasan melanjutkan studi ke Surabaya, si suami tak pernah menyambangi apalagi menafkahi.
    
“Dengan didukung orang tuanya, dia malah menggugat cerai ke pengadilan. Dia menuduh saya selingkuh dan anak yang saya lahirkan ini bukan anaknya. Padahal dari dulu saya cuma berhubungan dengan dia,” ucap Surti.
    
“Teman saya dari Gudo juga ada mengalami seperti ini,” tambah Surti yang lulus SMA tahun lalu. Tak heran jika angka perceraian akibat tidak adanya tanggung jawab semacam itu cukup tinggi. Tahun 2010 sebanyak 611 kasus sedangkan tahun lalu 478 kasus.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved