Nurhayati Termangu Lihat Puing Kontrakannya
Duka tak mampu disembunyikan Nurhayati. Perempuan tiga anak asal Palembang,

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Muhlisin
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Duka tak mampu disembunyikan Nurhayati. Perempuan tiga anak asal Palembang, Sumatera Selatan, termangu di depan puing rumah bedeng kontrakannya. Rumah berdinding kayu yang dikontrak keluarganya beberapa tahun lalu tersebut kini telah rata dengan tanah menjadi abu.
Kebakaran yang terjadi di Jalan Brigjen Katamso, Rabu (7/11/2012) pagi, menerbangkan harapan Nur bersama bumbungan asap hitam pekat. Si jago merah telah membakar rumah bersama seluruh isinya. "Kami dak tahu mau tinggal dimana lagi. Motor tebakar, duit sewa juga terbakar," ujar Nur sembari menghapus lelehan air mata di pipinya.
Wanita berambut pendek yang sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci ini sedang tak berada di rumah saat kedimannya terbakar. Karena sejak pukul 05.30 ia sudah berangkat bekerja menjadi di beberapa rumah tangga.
Suaminya Latif Effendi juga tak ada di rumah. Latif yang bekerja sebagai buruh bangunan, sejak subuh sudah berada di bilangan Kebun Kopi, mengecor lantai bangunan. Begitu juga anak ketiganya yang duduk di kelas 2 SMP, sedang berada di sekolah.
Tak diketahui dari mana sumber api. Nur mengatakan sebelum berangkat kerja, ia sudah mematikan kompor dan juga mencabut semua colokan listrik. Bisa jadi juga sumber api dari tetangga satu bedeng yang dihuni Fa'i sekeluarga.
Api 'bekerja' sekitar pukul 08.00. Karena konstruksi bangunan yang terbuat dari kayu, tak butuh waktu lama, bedeng 2 pintu itu sudah habis terbakar. Empat unit mobil pemadam kebakaran yang datang ke lokasi juga tak mampu selamatkan rumah itu.
Nur sendiri tengah berada di pasar saat kenalannya, seorang tukang ojek, menjemputnya. Nur juga langsung terkulai lemas dan pingsan, begitu mendapat kabar dari tukang ojek, jika rumahnya dilamun api.
"Cuma pakaian di badan ni lah yang masih ado. Kami bingung nian, numpang di rumah tetanggo juga dak mungkin lamo. Kalau sehari duo masih bisolah," sebutnya dan kembali berurai air mata.
Latif sendiri tak banyak bicara. Pria yang 50an tahun ia masih mengenakan 'seragam' lengkap kerja. Sepatu boot hampir selutut, dan topi rimba di kepalanya.
Latif tampak sangat terpukul. Dari ekspresi yang tampak di wajahnya, Latif tampak tak setegar istrinya yang masih bisa bicara dengan para tetangga.
Sesungguhnya di rumah bedeng itu tidaklah kosong sama sekali. Ada Ipul, adik Pa'i yang sedang tidur. Namun Ipul juga tak dapat banyak berbuat, karena ia terbangun saat api sudah membesar.