Perlu Ada Jaminan Hukum Buat Justice Collaborator
Wakil Koordonator ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan perlu adanya jaminan perlindungan hukum bagi Justice Collaborator

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Koordonator ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan perlu adanya jaminan perlindungan hukum bagi Justice Collaborator.
"Peran Justice Collaborator (JC) sangat penting dalam mengungkap suatu kejahatan dalam lingkaran kejahatan terorganisir, seharusnya JC mendapatkan kekebalan hukum" kata Adnan.
Lebih lanjut Adnan mengatakan usulan jaminan kekebalan hukum itu perlu dituangkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"JC sangat rentan terhadap teror dan ancaman yang akan dia hadapi ketika membongkar suatu informasi, untuk itu perlu adanya jaminan perlindungan terhadap JC," kata Adnan.
Bentuk perlindungan tersebut lanjut Adnan, dapat berupa pengamanan fisik dalam persidangan dan tidak di prosesnya hukum yang menyangkut dirinya (JC).
"Pentingnya perlindungan pengamanan tersebut sangat dibutuhkan,misalnya saja dalam kasus Agus Chondro, saya melihat posisinya sangat rentan karena banyak pihak yang tidak suka Agus membongkar kasus korupsi yang Ia ketahui tersebut, dan pihak-pihak yang dilaporkan memiliki kekuasaan sehingga bisa melakukan tindakan apapun" imbuhnya.
Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai mengatakan, di beberapa negara proteksi terhadap seorang JC dilakukan secara maksimal.
"Di Italia, perlindungan terhadap satu orang JC bisa diberikan kepada sekitar 200 orang lebih yang merupakan orang terdekat JC, sehingga orang-orang terdekat di luar keluarga inti JC itu terlindungi" kata Haris, dalam keterangan persnya yang diterima Tribun, Senin (12/11/2012).
Di Indonesia, lanjut Ketua LPSK, upaya optimalisasi perlindungan terhadap saksi masih membutuhkan proses cukup panjang.
"Saat ini LPSK sedang mengajukan Revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, revisi ini dikhususkan mengatur mengenai jaminan perlindungan khusus dan reward bagiWhistleblower dan Justice Collaborator," kata Haris.
Lebih lanjut, Ketua LPSK mengatakan dukungan masyarakat, pemerintah dan DPR terhadap upaya Revisi UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban ini dapat terwujud dengan masuknya revisi UU ini dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013.
"Upaya optimalisasi perlindungan terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator seharusnya berbanding lurus dengan penguatan kelembagaan LPSK, sehingga penguatan kelembagaan itu pun kami masukkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban," imbuhnya.