Jumat, 3 Oktober 2025

Perlu Ada Jaminan Hukum Buat Justice Collaborator

Wakil Koordonator ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan perlu adanya jaminan perlindungan hukum bagi Justice Collaborator

Penulis: Edwin Firdaus
zoom-inlihat foto Perlu Ada Jaminan Hukum Buat Justice Collaborator
TRIBUNNEWS/Tribunnews/Herudin
Peneliti ICW, Adnan Topan Husodo, memberikan kesaksian pada persidangan kasus suap cek perjalanan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Senin (23/5/2011). Adnan menjadi saksi untuk terdakwa Agus Condro Prayitno.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Koordonator ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan perlu adanya jaminan perlindungan hukum bagi Justice Collaborator.

"Peran Justice Collaborator (JC) sangat penting dalam mengungkap suatu kejahatan dalam lingkaran kejahatan terorganisir, seharusnya JC mendapatkan kekebalan hukum" kata Adnan.

Lebih lanjut Adnan mengatakan usulan jaminan kekebalan hukum itu perlu dituangkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

"JC sangat rentan terhadap teror dan ancaman yang akan dia hadapi ketika membongkar suatu informasi, untuk itu perlu adanya jaminan perlindungan terhadap JC," kata Adnan.

Bentuk perlindungan tersebut lanjut Adnan, dapat berupa pengamanan fisik dalam persidangan dan tidak di prosesnya hukum yang menyangkut dirinya (JC).

"Pentingnya perlindungan pengamanan tersebut sangat dibutuhkan,misalnya saja dalam kasus Agus Chondro, saya melihat posisinya sangat rentan karena banyak pihak yang tidak suka Agus membongkar kasus korupsi yang Ia ketahui tersebut, dan pihak-pihak yang dilaporkan memiliki kekuasaan sehingga bisa melakukan tindakan apapun" imbuhnya.

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai mengatakan, di beberapa negara proteksi terhadap seorang JC dilakukan secara maksimal.

"Di Italia, perlindungan terhadap satu orang JC bisa diberikan kepada sekitar 200 orang lebih yang merupakan orang terdekat JC, sehingga orang-orang terdekat di luar keluarga inti JC itu terlindungi" kata Haris, dalam keterangan persnya yang diterima Tribun, Senin (12/11/2012).

Di Indonesia, lanjut Ketua LPSK, upaya optimalisasi perlindungan terhadap saksi masih membutuhkan proses cukup panjang.

"Saat ini LPSK sedang mengajukan Revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, revisi ini dikhususkan mengatur mengenai jaminan perlindungan khusus dan reward bagiWhistleblower dan Justice Collaborator," kata  Haris.

Lebih lanjut, Ketua LPSK mengatakan dukungan masyarakat, pemerintah dan DPR terhadap upaya Revisi UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban ini dapat terwujud dengan masuknya revisi UU ini dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013.

"Upaya optimalisasi perlindungan terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator seharusnya berbanding lurus dengan penguatan kelembagaan LPSK, sehingga penguatan kelembagaan itu pun kami masukkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban," imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved