Kerugian Negara Atas Kasus IM2 Dipertanyakan
Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar di lingkungan bisnis telekomunikasi
Penulis:
Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang mengumumkan adanya kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun dalam kasus dugaan Korupsi IM2. Kerugian ini berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang diminta oleh Jaksa Agung Basrief Arief.
Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar di lingkungan bisnis telekomunikasi, karena sebelumnya, Kementrian Komunikasi dan Informasi menyatakan persoalan IM2, clear, artinya tidak ada masalah. “Jika memang benar Kejaksaan Agung menyatakan ada kerugian dalam kasus IM2 dengan Indosat, maka Menkominfo harus bicara. Karena sebelumnya Kementerian Kominfo pernah menyatakan bahwa tidak ada yang dilanggar IM2 dalam penyelenggara jasa telekomunikasi,” Kata Eddy Thoyib, Executive Director Mastel.
“ Seharusnya, keputusan Kominfo ini menjadi bahan pertimbangan bagi Kejagung untuk tidak meneruskan kasus ini. Karena kedua lembaga itu kan sama-sama lembaga tinggi negara dimana keputusannya bersifat kolegial,” ujarnya.
Kasus tersebut terkait dengan posisi IM2 sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi dinilai telah menyalahgunakan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G tanpa izin pemerintah.
IM2 tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan bergerak seluler IM2-2000 pada pita frekuensi 2,1 GHz, namun IM2 tetap menyelenggarakan jaringan itu melalui kerja sama yang dibuat antara PT IM2 dengan Indosat Tbk. Pelaku dugaan tindak pidana korupsi tersebut diancam dengan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor.
Kominfo saat itu mengacu pada UU No. 36/1999 dan PP No. 52 tentang Telekomunikasi. Bahwa dalam industri telekomunikasi itu ada tiga kelompok besar. Kelompok penyelenggara jaringan telekomunikasi, kelompok penyelenggara jasa telekomunikasi dan kelompok jasa telekomunikasi khusus. Nah, IM2 adalah kelompok penyelenggara jasa telekomunikasi. IM2 menggunakan jaringan dari Indosat yang diperoleh melalui bidding dengan membayar Rp 320 miliar. IM2 menyewa jaringan Indosat. Bisa saja IM2 membikin jaringan sendiri tapi harus dipakai sendiri.
Hanya saja, tambah Eddy, jika Kejagung ngotot melanjutkan kasus IM2 ini, maka sekitar 300 penyelenggara jasa internet tidak akan boleh beroperasi karena jaringannya dianggap ilegal. Pasalnya, “Operator sebagai penyelenggara jaringan tidak boleh membuat backbone jaringan untuk penyelenggara internet. Ini akan membahayakan semuanya,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono mengatakan “Saya justru mempertanyakan soal keterangan tim penyidik kejagung tersebut. Pasalnya, BRTI oleh Kejaksaan Tinggi Bandung telah dimintai keterangan untuk BAP kasus ini. BRTI menegaskan tidak ada masalah dalam kasus IM2 tersebut. Bahkan pihak Kominfo juga di BAP sebagai saksi, bukan sebagai regulator. Yang membuat saya terheran-heran, bukannya masalah ini selesai ternyata justru diambil alih oleh level yang lebih tinggi (Kejagung) dan tanpa mengundang BRTI dan Kominfo selaku regulator saat dilakukan gelar perkara,” tambah Nonot keheranan.
“Saya mengusulkan sebaiknya permasalahan ini diangkat atau dibicarakan dalam sidang kabinet. Agar Presiden dan , Menko juga mengetahui dan menteri-menteri lainnya juga mengetahuinya. Alasannya, kalau masing-masing institusi pemerintah menyadari berada dalam satu atap yang sama Kabinet Bersatu seharusnya tidak akan terjadi seperti ini, “ ujar Nonot menyayangkan.
Nonot juga menilai bahwa kasus ini adalah insiden terburuk yang dialami oleh dunia telekomunikasi. “Semakin terlihat ada ketidakkompakan antar instansi pemerintah dan ini ditonton masyarakat luas. Kominfo menyatakan clear, ternyata muncul keterangan Kejagung dan ini menjadi tamparan bagi Kominfo, khususnya Menkominfo.” Tambahnya lagi.