Kamis, 2 Oktober 2025

KPK Diminta Ambil Alih Dugaan Korupsi PDAM Kota Makassar

GeRAK meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus dugaan korupsi di PDAM Kota Makassar

Editor: Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Indonesia dan Aliansi Warga Anti Korupsi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus dugaan korupsi di PDAM Kota Makassar, Sulawesi Selatan sebesar Rp38 milyar. Dalam rilisnya kepada Tribun, Senin (26/11/2012), massa GeRAK menyambangi Gedung KPK

Konsulat GeRAK Indonesia Harlan M Fachrha mengatakan, pentingnya kasus ini diambil alih KPK supaya kasus ini lepas dari politisasi dalam rangka pilkada di daerah yang akan berlangsung. Memastikan kasus ini tidak dinegosiasikan di daerah dan mencegah sekiranya pejabat korup memimpin Sulawesi Selatan jika ditemukan bukti yang kuat dikemudian hari.

“Kami tidak ingin kasus tersebut menjadi bom waktu dibelakang hari. Selagi masih bisa dieleminir dampak negatifnya maka KPK harus mengambil alih kasus dugaan korupsi di PDAM Makassar,” imbuh Harlan.

Kasus korupsi di daerah, ungkap Harlan, terus bermunculan. Meskipun reformsi telah berjalan selama 14 tahun dan keberadaan KPK sudah 8 tahun.Tidak ada tanda - tanda surut dan tidak ada tanda tanda jera. Sehingga perlu perhatian serius semua pihak

Kasus yang baru mencuat kepermukaan adalah kasus dugaan korupsi di PDAM Kota Makasar. Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Sulawesi Selatan ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp38 milyar 168. jutadalam kerjasama PDAM Kota Makasar dengan PT Traya Tirta.

Koordinator Aliansi Warga Anti Korupsi Irfan menambahkan, kerugian keuangan negara ini disebabkan,semua dokumen pengadaan dalam kerjasam antara PDAM dan PT Traya Tirta adalah dokumen yang direkayasa (tender rekayasa). Ditemukan juga, ungkapnya, adanya kemahalan biaya operasi dan biaya modal yang ditetapkan oleh PT Traya Tirta terhadap harga air curah ( harga di markup).

“Adanya kebijakan dalam mengeluarkan ijin prinsip kerjasama , dan persetujuan tertulis dalam pembayaran ung muka walaupun tidak tercantum dalam rencana kerja anggaran perusahaan.(penyalahgunaan kewenangan) yang merugikan keuangan negara dan memperkaya orang lain,” tegas Irfan.

Harlan meyakini bahwa modus kasus ini tidaklah rumit, hanya pemberian proyek kepada keluarga Walikota Makasar yaitu saudara Abadi Sirajuddin sebagai pimpinan PT Traya Tirta.

Dari pemberian proyek kepada PT Traya Tirta, indikasikorupsi kelihatan jelas berupa kolusi dan nepotisme. Model seperti ini hampir terjadi disetiap daerah di Indonesia. Sehingga kasus ini tentu bukanlah kasus yang rumit bagi KPK.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved