PDI P: Dapil Luar Negeri Belum Terlihat Urgensinya
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), Arif Wibowo, menilai uji materi UU No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), Arif Wibowo, menilai uji materi UU No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu terkait daerah pemilihan khusus luar negeri belum terlihat urgensinya untuk saat ini.
Menurut Arif, jika usulan daerah pemilihan khusus luar negeri, ditujukan hanya alasan untuk mendekatkan wakil rakyat di DPR RI dengan konstituen Warga Negara Indonesia yang bekerja dan menetap di luar negeri selama ini tidak cukup.
"Sebenarnya yang harus ditempuh dan didorong partai politik adalah, mereka yang dicalonkan lewat dapil DKI 2 merumuskan strategi kampanye yang efektif dan efesien agar diterima WNI di luar negeri," ujar Arif kepada Tribunnews.com di Jakarta, Jumat (28/12/2012).
Arif memahami alasan mengusulkan dapil khusus luar negeri, salah satunya, wakil rakyat yang terpilih nanti dapat memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan WNI yang selama ini kurang kurang diperhatikan wakil rakyat dari dapil DKI 2.
Kalau alasannya seperti ini, Arif melanjutkan, partai politik harus melakukan rekrutmen calon legislatif yang kompatibel dengan isu yang berpihak pada kebutuhan dan aspirasi WNI di luar negeri, khususnya yang maju dari dapil DKI 2.
Ia tidak sependapat dengan argumen, jika dengan adanya dapil khusus luar negeri dengan sendirinya akan membela aspirasi WNI di luar negeri, sedangkan dapil DKI 2 meski mendapat suara dari WNI di luar negeri tapi hanya memperjuangkan konstituen di Jakarta.
"Buktinya, saya caleg di Jember tetap membela TKI. Jadi itu enggak ada urusannya dengan pemisahan dapil. Karena semua orang yang menjadi anggota dewan harus memperjuangkan aspirasi warga Indonesia di mana pun tanpa melirik datang dari dapil mana," katanya.
Bekas Ketua Pansus RUU Pemilu ini menambahkan, kalau memang ada dapil luar negeri, akan akibatkan politik biaya tinggi, dan itu akan mendorong korupsi. Apakah agar dekat dengan konstituen, mereka yang terpilih harus ke luar negeri. Karena itu komunikasinya bisa lewat telepon atau email.
"Jadi, adanya dapil itu tidak boleh dikotak-kotakkan untuk mengurus konstituen asalnya. Dapil itu adalah instrumen pencalonan. Dan anggota DPR itu yang terpilih mewakili rakyat Indonesia," tukas Arif.
Kalaupun Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi yang diajukan Tim Advokasi Diaspora Indonesia bersama Migrant Care dan Perludem, menurut Arif, harus dilaksanakan, dan tidak ada masalah. Termasuk pembagian kursi untuk dapil luar negeri.
"Baiknya, MK memutuskan itu sebelum pencalegan di bulan April. Karena bulan itu sudah memasuki pencalegan. Logikanya, MK harus memutuskan itu awal atau pertengahan Maret. Sehingga tidak menggangu pencalegan," tuturnya.
Kebutuhan dapil khusus luar negeri menjadi sangat mendesak karena selama ini anggota DPR RI yang berangkat dari dapil DKI 2 lebih konsentrasi dengan urusan Jakarta saja. Dan mereka tidak pernah memerhatikan WNI ketika ada masalah di luar negeri.
"Itu terlihat ketika ada TKI yang mengalami kekerasan paling banyak dibela di Komisi I dan Komisi 9. Sementara dari dapil DKI 1 dan 2 tidak banyak bicara. Karena semestinya mereka yang harus banyak bicara," tukas Ketua Perludem Didi Suprianto kemarin.
Berdasar alasan tersebut, Tim Advokasi Diaspora Indonesia mengajukan uji materi terhadap Pasal 22 ayat (1) dan 22 ayat (5) UU No 8 Tahun 2012 ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka menyatakan ketentuan di dua pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak mencantumkan Daerah Pemilihan Luar Negeri sebagai dapil terpisah dengan dapil DKI 2.