Ada Desa Miskin Malah Rakyatnya Iuran untuk Gaji Kepala Desa
Anggota Fraksi Gerindra DPR, Sadar Subagyo menggelar safari desa selama reses guna membangun komunikasi yang intens dengan rakyat
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Fraksi Gerindra DPR, Sadar Subagyo menggelar safari desa selama reses guna membangun komunikasi yang intens dengan rakyat. Sampai saat ini, Sadar yang juga anggota Komisi XI DPR ini sudah mengunjungi 40 desa di 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas.
“Setelah dari Kabupaten Banyumas, akan dilanjutkan dengan desa-desa di Kabupaten Cilacap,” ujar Sadar yang juga berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VIII dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tribunnews, di Jakarta, Rabu (2/1/2012).
Menurutnya, dari hasil kunjungan banyak sekali temuan yang mencengangkan seperti kisah sukses pembangunan desa yang tidak pernah terekspose.
Temuan lainnya adalah ketimpangan sosial yang tidak pernah tersentuh oleh aparatur kabupaten serta ketidakadilan yang struktural .
“Dan masih banyak lagi hal-hal lain yang akan sangat memperkaya saya sebagai wakil rakyat dan membukakan mata saya terhadap realitas kehidupan nyata di perdesaan. Harap maklum sudah 50 tahun saya hidup di awang-awang, mencoba membumi tapi tanpa menyentuh bumi, sangat naif rasanya,” ujar dia.
Temuan lainnya yakni, salah satu kesalahan struktural. Ini seperti terjadi di desa Janggolan. Ini adalah desa yang sangat miskin sehingga desa tidak mampu memberikan tanah bengkok untuk penghidupan aparat desa.
“Namun yang mengusik adalah sudah rakyatnya miskin malah mereka diwajibkan iuran bergotong royong untuk menggaji kepala desa dan perangkatnya. Sungguh tidak adil,” jelas Sadar.
Sarannya, desa-desa seperti ini lebih baik dijadikan kelurahan, sehingga semua perangkat desa otomatis menjadi tanggungan negara.
Temuan menarik lainnya jelas dia ternyata 30% kepala desa tidak mau mencalonkan lagi meskipun baru satu periode menjabat.
Fakta lainnya ujar Sadar, beberapa kepala desa ternyata rumahnya sangat sederhana bahkan berlantai setengah tanah. Ironinya, ini terjadi di Jawa yang notabene merupakan daerah paling maju pembangunannya.
Selain itu, ucap dia, perlu dibukakan akses agar desa mereka dikenal yang pada gilirannya produk yang dijual laku dipasaran. “Mereka butuh bimbingan dan dibukakan akses ke CSR,” pungkasnya.