Sengketa Tanah Rp 2 Triliun
Tragedi Kemanusiaan Berbalut Sengketa Tanah
Kasus ini berlatar belakang rebutan lahan 22 hektare milik Yayasan Fatmawati senilai sekitar Rp 2 triliun.
Penulis:
Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim yang dipimpin Bagus Irawan, akan melanjutkan sidang perkara antara PT Meka Elsa (Sui Teng) dengan PT GNU, yang saham mayoritasnya dikuasai PT Ancora milik Gita Wirjawan, Selasa (5/2/2013) mendatang.
Kasus ini berlatar belakang rebutan lahan 22 hektare milik Yayasan Fatmawati senilai sekitar Rp 2 triliun. Agenda sidang selanjutnya adalah pembacaan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan dari ketiga terdakwa.
M Nashihan SH MH, kuasa hukum Sarwono Cs mengatakan, dakwaan terhadap ketiga kliennya sarat rekayasa dan manipulasi. Persidangan kasus pencucian uang yang menyeret Sarwono Cs, selain menggunakan barang bukti palsu, tak sesuai fakta karena direkayasa, termasuk melawan fakta persidangan.
"Hasil persidangan di PN Jakarta Pusat dengan terdakwa Ir Toto Kuntjoro Kusumajaya akhir tahun lalu, maupun BAP klien kami, hingga kini tidak pernah terungkap dari keterangan saksi-saksi, dan tidak terdapat bukti yang menyatakan Sarwono, Stefanus Farok, dan Umar Muchsin mengetahui atau patut menduga bahwa pembayaran atas tanah bekas yayasan yang diterima dari PT GNU (Toto) adalah dana pinjaman dari Robert Tantular," tutur Nashihan.
"Selain itu, tidak ada satu pun bukti maupun saksi yang menyatakan dana tersebut merupakan hasil kejahatan Robert Tantular maupun pihak lain. Di lain pihak, perkara Robert Tantular berdasarkan laporan polisi nomor LP/709/XII/2008/Siaga-II per 2 Desember 2008, hingga saat ini belum disidangkan," paparnya, Selasa (29/1/2013).
Menurut Nashihan, meski nyata-nyata tidak memenuhi unsur yang dipersangkakan, bahkan menguatkan indikasi penggunaan barang bukti palsu berupa uang Rp 20 miliar yang disita penyidik dari rekening YF di Bank CIMB Niaga Jakarta Pusat, 11 Juni 2012, Kejagung tetap menerbitkan ketetapan P21 atas berkas perkara Sarwono Cs, sebelum sidang di PN Jakarta Pusat digelar.
"Lebih dramatis lagi nasib klien kami, Stefanus Farok dan Umar Muchsin. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik pada 21 November 2012, langsung ditahan. Dan, berkas perkara dinyatakan lengkap (sempurna) 29 November 2012. Mereka diserahkan penyidik ke Kejaksaan esok malamnya," ungkap Nashihan.
"Puncak kejahatan kemanusiaan dengan kemasan penegakan hukum yang dilakukan oknum pejabat Bareskrim, adalah adanya kesengajaan menghina, menjatuhkan, dan menginjak harga diri dan martabat kemanusiaan klien kami, dengan cara memaksakan melimpahkan penyerahan ke Kejaksaan pada malam hari," bebernya.
Stefanus Farok dan Umar Muchsin dijemput penyidik dari tahanan Polda Metro Jaya sekitar pukul 17.00 WIB, 30 November 2012. Mereka digiring ke Bareskrim dengan dalih menjemput tersangka Sarwono.
"Ternyata, sampai di Mabes Polri, sudah diskenariokan untuk disambut puluhan wartawan yang disiapkan Bareskrim. Sebelum dihadapkan wartawan untuk dipotret, klien kami diborgol dan disuruh memakai baju tahanan," ungkap Nashihan.
Pengacara dari Law Firm Monas & Associates meyakinkan, semua skenario mulai Bareskrim hingga Kejaksaan dilatari niat jahat, dan dilakukan dengan cara jahat pula.
"Yang seperti ini tentu tidak dikehendaki Bapak Kapolri yang mengedepankan penegakan hukum profesional, beretika, tidak semena-mena, serta menjunjung tinggi hak asasi kemanusiaan," ucap Nashihan. (*)