Hakim PTUN Putuskan Objek Sengketa Dinyatakan Diskors
Hakim PTUN Jakarta memutuskan objek sengketa berupa kerugian negara sebesar Rp 1,3 trilun yang dihitung oleh BPKP, dinyatakan diskors
Penulis:
Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Hakim PTUN Jakarta memutuskan objek sengketa berupa kerugian negara sebesar Rp 1,3 trilun yang dihitung oleh BPKP, dinyatakan diskors atau tidak berlaku sampai ada putusan hukum yang tepat.
Dengan putusan sela itu, seharusnya berpengaruh signifikan kepada sidang tipikor yang tengah berlangsung.
"Mengabulkan permohonan penggugat 1 dan penggugat 2 dan memerintahkan tergugat untuk menunda laporan hasil audit kerugian negara sampai dengan ada putusan hukum tepat," ujar Hakim ketua PTUN Bambang Heriyanto.
Seperti diketahui, Indar Atmanto mantan Direktur IM2, bersama Indosat dan IM2 menggunat BPKP ke PTUN atas Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) yang dikeluarkan BPKP atas permintaan Kejaksaan Agung. Atas dasar hasil perhitungan BPKP itulah akhirnya Kejagung menuntut Indar Atmanto, dan Indosat merugikan negara Rp 1,3 triliun dan dijerat pasal korupsi.
“Karena ini merupakan salah satu bukti yang digunakan oleh jaksa penuntut umum untuk menghitung kerugian negara, maka implikasinya tidak bisa digunakan menghitung kerugian negara,” kata Eric Paat, pengacara Indar Atmanto .
Dalam sidang PTUN Kamis (7/2/2013) Hakim ketua Bambang Heriyanto yang membacakan penetapan No. 231 PTUN ini memerintahkan agar menunggu putusan tetap atas objek sengketa tersebut.
Hakim menyebut putusan sela itu didasari atas tercemarnya nama penggugat karena seolah telah melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu juga karena kasus ini telah menimbulkan kewas-was-an karyawan IM2. Selain itu yang terpenting adalah ; dasar audit penghitungan BPKP ini individual dari sisi Kejaksaan saja , dan tidak valid.
Apalagi, surat kemkominfo menyatakan perjanjian antara Indosat dan IM2 telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sementara itu, John Thomson, pengacara Indosat menyatakan bahwa dengan keputusan PTUN ini seharusnya sidang Tipikor dihentikan untuk sementara waktu,
“Karena bukti-buktinya kan harus diuji dulu. Audit BPKP itu seperti tiket masuknya ke ranah Tipikor. Kalau sekarang tiketnya tidak berlaku berarti bisa dikatakan tidak ada kerugian negara. bagaimana mungkin sidang dilanjutkan kalau objek sengketanya masih bermasalah,” katanya.
Menurut John Thomson, Laporan Hasil Audit oleh TIM BPKP merupakan satu-satunya ‘dalil’ Penuntut Umum Kejagung RI untuk menarik perkara ini ke ranah TIPIKOR, yang nota bene Penuntut Umum telah menabrak prinsip dan azas hukum “Lex Specialis Derogat Legi Generali”dan kaidah-kaidah hukum lainnya. “Bahwa dalam Peradilan TUN ini, kami Kuasa Hukum Indosat dan IM2 khusus mempermasalahkan LHPKKN TIM BPKPdari sudut pandang PTUN, bahwa ternyata dan tidak dapat disangkal LHPKKN TIM BPKP yang menjadi Objek TUN telah cacat bahkan bertentangan dengan hukum sehingga haruslahdinyatakan batal atau tidak sah.”
Hal ini diperkuat dengan penyataan pengamat Hukum pidana Prof Dr Andi Hamzah yang mengatakan, dengan keputusan PTUN itu maka audit BPKP tak lagi bisa dijadikan alat bukti, baik alat bukti ahli maupun alat bukti surat. "Bila PTUN membatalkan maka hasil audit tidak bisa dijadikan alat bukti lagi," tegasnya.
Sedangkan Kepala Humas Indosat Adrian Prasanto, menyatakan bahwa, proses hukum masih jauh, pihaknya menerima kabar itu sebagai hal yang biasa. “Ini proses mencari keadilan yang harus dilalui. Yang jelas kami tetap patuh pada proses hukum yang sedang berjalan saat ini,” katanya.