Tuna Rungu Pun Bisa Mendengar
Auditory Verbal Therapy atau AVT yakni terapi pendengaran dan berbicara mulai diperkenalkan sebagai metode baru untuk menangani…
Auditory Verbal Therapy atau AVT yakni terapi pendengaran dan berbicara mulai diperkenalkan sebagai metode baru untuk menangani anak dengan gangguan pendengaran pada pertengahan abad ke-20.
Tahukah Anda kalau 99% penyandang tuna rungu dengan tingkat gangguan pendengaran paling berat sekali pun ternyata masih memiliki kemampuan untuk mendengar. Hanya 1% saja yang benar-benar tidak bisa mendengar. Itulah teori yang melandasi metode Auditory Verbal Therapy (AVT) yang mendorong anak-anak Tuna Rungu untuk mampu mendengar dan berbicara dengan normal. Australia menjadi salah satu negara yang menjadi kiblat metode terapi ini.
Menurut Sinta Nursimah, salah seorang terapis AVT profesional di Surabaya, Jawa Timur, metode AVT mengajak penyandang tuna rungu untuk memaksimalkan kemampuan mendengar mereka yang masih tersisa dengan dukungan alat bantu dengar.
“Ada teori yang mengatakan 99% anak yang mengalami gangguan dengar tingkat yang paling berat sekali pun, itu sebetulnya dia masih punya sisa pendengaran. Hanya satu persen saja yang bener-benar tidak punya. Cuma masalahnya kenapa mereka jadi tidak mampu mendengar, karena tidak distimuli.” kata Sinta Nursimah dalam wawancara dengan Iffah Nur Arifah dari ABC.
“Nah AVT ini mengajarkan anak Tuna Rungu untuk memakai alat bantu dengar kemudian kemampuan mendengarnya ini dirangsang terus supaya mereka bisa belajar mendengar. Dan mereka tidak cuma bisa mendengar saja, tapi juga belajar melalui mendengar. Kalau dia bisa mendengar berarti dia bisa belajar banyak hal yang bisa menunjang dia untuk dapat berkomunikasi seperti anak-anak normal lainnya.”
Menurut Sinta meski sekarang sudah mulai dikenal luas, namun penerapan metode AVT untuk menangani anak Tuna Rungu itu masih relative kecil dibandingkan dengan metode lainnya, seperti membaca gerak bibir atau bahasa isyarat. Padahal menurut Sinta, AVT memiliki banyak kelebihan.
“Karena anak diajarkan untuk mendengar, berarti dia memiliki akses untuk memiliki kemampuan berbicara dan komunikasi verbal, sehingga dia bisa masuk ke sekolah umum, dia juga bisa berinteraksi dengan teman, dan masuk ke masyarakat mendengar pada umumnya.”
“Sementara mereka yang mengembangkan bahasa isyarat memerlukan komunitas tertentu untuk bisa dipahami karena tidak semua orang bisa mengerti bahasa isyarat, meskipun metode ini lebih terjangkau, karena tidak perlu membeli alat bantu pendengaran yang harganya masih cukup mahal bagi sebagian orang.” katanya.
Belajar AVT di Australia
Sinta Nursimah (46) merupakan sedikit dari terapis AVT professional di Indonesia. Bersama Yayasan Aurica yang didirikannya, Sinta saat ini banyak menangani anak tuna rungu dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, ia juga aktif memberikan pelatihan di berbagai seminar, di rumah sakit – rumah sakit di Indonesia.
Ia mengaku kemampuannya mengenai AVT ini dipelajari ketika ia mengantarkan puterinya yang didiagnosis menderita gangguan pendengaran tingkat sangat berat atau tuna rungu mengikuti program habilitasi AVT di Australia.
Kesuksesan metode AVT yang membuat puterinya mampu lancar berkomunikasi secara verbal dan berprestasi di sekolah umum itu, mendorong Sinta untuk membantu anak-anak Tuna Rungu lainnya mengoptimalkan potensi diri mereka.
Untuk mewujudkan cita-citanya itu Sinta mengikuti kembali pendidikan sebagai terapis professional AVT tingkat lanjutan (Intermediate) di Sheperd Centre, Sydney, Australia dan tingkat Advance di Kuala Lumpur, Malaysia.
Australia dipilihnya karena menurut Sinta, Australia saat ini menjadi salah satu kiblat terapi AVT di dunia bersama dengan Toronto, Canada dan Amerika Serikat.
Bahkan menurutnya, Australia terpilih menjadi negara yang diberikan kewenangan untuk menyusun kurikulum pendidikan mengenai metode AVT yang menjadi pedoman bagi terapis di seluruh dunia. Selain itu Australia juga menjadi negara yang menerbitkan sertifikat terapis AVT professional internasional.