Pengadilan Denda Pelaku Unjuk Rasa Kebencian Sebesar Rp 1,4 Miliar
Unjuk rasa anti-Korea terutama kepada Korea Utara semakin banyak akhir-akhir ini di Jepang. Bahkan
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM - Unjuk rasa anti-Korea terutama kepada Korea Utara semakin banyak akhir-akhir ini di Jepang. Bahkan sudah menjurus kepada kekerasan sehingga setiap unjuk rasa polisi pun banyak mendampingi kelompok yang berunjuk rasa menjaga agar tak terjadi pertengkaran fisik.
Lebih parah lagi sudah mencapai cacian makian yang sangat kasar kepada keturunan Korea dan sasaran yang jelas yaitu sekolah Korea di Kyoto Jepang, sehingga pengurus sekolah melakukan tuntutan ke pengadilan kepada kelompok pengunjuk rasa dan, Senin (7/10/2013), tuntutan dikabulkan, sehingga penyelenggara unjuk rasa didenda 12 juta yen atau sekitar Rp 1,4 miliar (kurs Rp 118 per yen) oleh pengadilan Jepang.Demikian dilaporkan Tribunnews.com dari Tokyo.
Keputusan pengadilan ini pertama kali dalam sejarah hukum Jepang. Keputusan hakim ketua Hashizume Kin dengan mempertimbangkan unsur diskriminasi rasial sangat dilarang untuk perundangan internasional. Belum lagi kerusakan yang dialami sekolah tersebut dan waktu yang terbuang percuma gara-gara unjuk rasa ke sekolah tersebut. Belum lagi pencemaran nama baik sekolah itu.
Semua itu menjadi pertimbangan kuat untuk memutuskan pengunjuk rasa diputuskan bersalah dan harus membayar denda 12,26 juta yen serta tidak boleh dekat sekolah Kyoto Chosengakuen dalam radius 200 meter.
Unjuik rasa dilakukan sejak bulan Desember 2009 sampai dengan Maret 2010. Para pengunjuk rasa yang dikoordinir 9 orang mencaci maki pihak sekolah antara lain dengan kata-kata "Hei anak-anak sekolah kalian mata-mata Korea Utara ya, ke luar dari Jepang sana!" Cacian menggunakan loudspeaker (pengeras suara) dengan volume sangat keras sehingga terdengar di kejauhan.
Keputusan tersebut berlaku kepada 9 orang pengunjuk rasa diharuskan membayar denda tersebut dan apabila larangan mendekati 200 meter dari sekolah dilanggar, maka akan kena denda 30 juta yen pula (Rp 3,5 miliar).
Beberapa warga Jepang menduga para pengunjuk rasa ada pula yang orang Korea yang sengaja menjadi provokator memanasi keributan ini agar nama Jepang rusak di mata dunia.
Seorang profesor hukum konstitusi Universitas Kyoto, Toru Mori mengatakan, "Berbicara juga merupakan risiko atas peraturan pelecehan ketika melakukan penekanan, maka dianggap terpisah dan dianggap sebagai peraturan yang tidak etis. Jadi ini merupakan peraturan minimal yang diinginkan," paparnya.
Profesor Ryukoku Law School, Manabu Ishizaki menekankan, "Pidato kebencian untuk menghilangkan suatu posisi tertentu merupakan diskriminasi, mendistorsi demokrasi dalam tindakan yang bisa mengambil kebebasan itu sendiri. Satu bentuk represif untuk membungkam."
Karena itu Ishizaki berharap jangan melontarkan kebebasan dengan mencampur adukkan kepada kebencian minoritas. Hal ini jelas akan memalukan penduduk, satu persyaratan konfigurasi yang tepat, tekannya lagi.