Pentingnya Verifikasi Pihak Ketiga Hindarkan Pemalsuan Karya Ilmiah
Lembaga penelitian terbesar di Jepang, Riken menyatakan karya ilmiah yang mengaku menemukan sel Stap, Haruko Obokata, ternyata palsu.
Editor:
Dewi Agustina

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Lembaga penelitian terbesar di Jepang, Riken kemarin menyatakan karya ilmiah yang mengaku menemukan sel stimulus-triggered acquisition of pluripotency (Stap), Haruko Obokata, ternyata palsu.
Lalu bagaimana sebenarnya supaya sebuah karya ilmiah tidak lagi dipalsukan muncul di kemudian hari? Seorang Profesor dari Institute for Frontier Medical Sciences, Kyoto University, Prof Norio Nakatsuji memaparkannya kepada Yomiuri 31 Maret lalu.
Mantan Direktur Institute for Frontier Medical Sciences dan sangat spesialis pada stem cell biology merasa kaget mendengar adanya pemalsuan karya ilmiah oleh Obokata. Pendiri Institute for Integrated Cell-Material Sciences, Kyoto University, banyak terlibat dalam dunia ilmiah serupa yang dikembangkan Obokata itu yaitu meng-utilisasi sel pluripotent stem (iPS) yang dapat tumbuh pada tipe sel seperti darah, otot dan sel syaraf.
Profesor ini juga menyelidiki sel embryonic stem (ES). Sel-sel yang dipelajarinya tersebut dapat memperbaiki organ tubuh dan syaraf manusia yang cacat karena sakit atau terluka.
"Sejujurnya saya katakan, saya sangat kaget atas prestasi yang diklaim yang dibuat mungkin melalui metode epochal," kata Nakatsuji.
Sebuah penemuan hasil karya ilmiah dan sains, harusnya dibuat umum dan dilakukan satu atau beberapa peneliti.
"Lalu diverifikasi oleh peneliti lain sebelum hasilnya diumumkan," tekannya.
Di dunia akademisi yang mempelajari stem sel sebenarnya banyak fakta yang mengemuka munculnya berbagai tesis yang terkait dengan hal itu ternyata sudah pernah ada beberapa tahun yang lalu.
Misalnya sebuah tesis yang pernah muncul di sebuah jurnal sains terkenal dan berkualitas tinggi, mengumumkan penemuan stem sel baru. Tetapi peneliti atau saintis lain ternyata tak mampu memproduksi hal serupa dengan metode yang sama. Lalu beberapa tahun kemudian penemuan itu dinyatakan error atau dianggap pemalsuan seperti kasus Stap sel Obokata tersebut. Parahnya kasus Obokata mengambil gambar dari orang lain bukan dari hasil pemotretan sendiri, sehingga jelas-jelas suatu pemalsuan dan penipuan.
"Ini bisa dikatakan kesalahan editorial," katanya.
Satu hal penting yang diungkapkan Nakatsuji, bahwa sebagai saintis stem sel memang persaingan sangat ketat sekali. Kalau berhasil mereka akan mendapatkan dana penelitian sangat mudah. Itulah sebabnya banyak saintis yang mau cepat-cepat mempublikasikan hasil penelitiannya.
"Setelah mendapatkan gelar PhDs, banyak yang menganggap perlunya bekerja sebagai fellow postdoctoral dengan kontrak waktu terbatas dan mereka harus menghasilkan sesuatu yang nyata pada jangka waktu terbatas itu. Itulah sebabnya buru-buru berusaha memuat hasil penelitiannya di jurnal saintis bergengsi dan hal ini menjadi masalah serius karena menjadi tidak sempurna akibat buru-buru tersebut pada akhirnya," jelasnya.
Apabila sel Stap memang ada, memang ada kemungkinan sel itu diregeneraskan lagi dan dikreasikan lagi dengan cara metode yang kontroversial nantinya.
"Saya senang sekali kalau akhirnya nanti benar-benar ditemukan adanya sel Stap, Yang jelas sekarang yang sejujurnya, yang benar masih belum diketahui menurut saya," katanya lebih lanjut yang menekankan kembali pentingnya verifikasi pihak ketiga dalam setiap penelitian agar benar-benar valid.