Mantan Anggota Pasukan Khusus AS: Tak Benar Tentara Jepang Paksa Wanita Penghibur
Mantan anggota pasukan khusus Amerika Serikat mengungkapkan bahwa pemaksaan kepada wanita hiburan oleh tentara Jepang, adalah tidak benar.
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Michael Yon (51) mantan anggota pasukan khusus Amerika Serikat awal tahun 1980-an, dan
menjadi penulis serta wartawan perang, mengungkapkan bahwa pemaksaan kepada wanita hiburan (jugun ianfu) oleh tentara Jepang, adalah tidak benar.
"Saya telah mengunjungi sekitar 20 negara di Asia. Di antara mereka yang bermasalah dengan Jepang hanya Korea dan Tiongkok, dan juga sejumlah kecil orang Jepang," katanya sambil tertawa dalam wawancara khusus dengan koran Sankei dimuat hari ini, Senin (23/2/2015).
Tulisan kesaksian mengenai wanita penghibur tentara Jepang oleh Seiji Yoshida, dimuat koran Asahi bersambung dan ternyata bohong. Hal ini mengundang kemarahan Tiongkok dan Korea serta banyak rakyat Jepang. Kontroversi bermunculan di Jepang bahkan ada tekanan agar PM Shinzo Abe harus meminta maaf secara terbuka saat peringatan Perang Dunia II bulan Agustus mendatang tepat peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Dunia II.
"Pemerintah AS telah menghabiskan 30 juta dolar AS untuk menyelidiki kasus wanita hiburan tersebut dengan menggunakan 54 orang peneliti. Saya juga mantan tentara, dan selama perang juga mengamati soal wanita. Saya ingin Anda berpikir dalam akal sehat. Tentara mengunci wanita memaksanya untuk melakukan hubungan seks kepada sejumlah besar perempuan, tentu tidak logis," katanya.
Jadi tidak benar penggunaan wanita hiburan dipaksa melayani tentara Jepang saat Perang Dunia II. Dia mengatakan perlunya akal sehat untuk meninjau hal tersebut.
Michael juga mengomentari kunjungan menteri maupun PM Jepang ke Kuil Yasukuni yang selalu diributkan oleh Korea dan Tiongkok. Menurutnya silakan saja para pimpinan Jepang ke sana karena ingin menghormati para pahlawannya sama seperti pimpinan AS ingin menghormati para pahlawannya berkunjung ke pemakaman nasional Arlington.
"Kalau saya ditanya mengenai Kuil Yasukuni saya hanya mengatakan have a good day!" tekannya.
"Jika negara-negara lain mengeluh, biarkan saja. Pimpinan AS sendiri juga sama ingin ke Pemakaman Nasional Arlington AS. Janganlah hal ini menyeret selamanya," ujarnya.
"Pada saat saya pergi ke Yasukuni, dijelaskan kepada saya dosa orang yang meninggal setiap orang dilakukan pemurnian, pahlawan dan semua orang. Mungkin harus dipahami dengan cara menafsirkan yang benar dalam bahasa Inggris. Perlu dibuatkan tulisan dalam bahasa Inggris yang benar," katanya.