Baru Terungkap Penyebab Kecelakaan Pesawat JAL 30 Tahun Lalu
Penyebabnya adalah bahwa pelat penyanggah yang seharusnya satu pelat, dipecah dua
Editor:
Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Akhirnya terungkap kemarin (12/8/2015) hasil penyelidikan TV TBS Jepang, penyebab utama kecelakaan pesawat jumbo jet Boeing JL123 tanggal 12 Agustus 1985 jam 18:56 di perfektur Gunma.
Penyebabnya adalah bahwa pelat penyanggah yang seharusnya satu pelat, dipecah dua, mengakibatkan sambungan penutup luar mesin jet pecah dan berkelanjutan kecelakaan parah.
"Saya tak tahu siapa yang memecah dua pelat tersebut. Seharusnya pelat penyanggah itu ada satu lapis sebagai penyanggah penyambung sambungan penutup mesin luar jet. Tapi itu tampaknya dipecah dua sehingga bagian sambungan menjadi lemah dan patah, berakibat kecelakaan," ujar Duane Howser (79) yang diwawancarai TBS TV.
Pihak Jepang sendiri juga berusaha ke markas besar Boeing di Seattle Amerika Serikat (AS) tetapi tampaknya kurang mendapat kerjasama yang baik.
"Saya, orang kementerian luar negeri Jepang dan pihak otoritas terkait ke AS, ke kantor pusat Boeing. Tapi entah mengapa kurang baik kerjasama mereka. Kami juga berusaha mewawancarai tim teknis Boeing atas kecelakaan tersebut," kata mantan polisi perfektur Gunma, penyelidik kasus kecelakaan JL123, Hyodo Jinichi.
Namun dari pengakuan Diane, dia dan temannya rasanya tak pernah mendengar ada keinginan pihak kepolisian Jepang untuk mewawancarai tim Boeing.
"Kami tak tahu tak pernah dengar hal itu," ujarnya.
Pihak Jepang sendiri ternyata belakangan baru mengetahui bahwa Boeing telah mengerahkan 44 anggota tim teknisnya untuk menyelidiki kecelakaan tersebut, termasuk di dalamnya Duane yang ada di dalam daftar 44 orang tersebut.
Menuruty Hyodo, tampaknya saat itu pihak Boeing kurang bisa bekerjasama dengan baik dengan pihak Jepang dalam mengungkap penyebab kecelakaan JL123.
Akhirnya hubungan JAL dengan Boeing sempat terputus setelah kejadian kecelakaan tersebut akibat kurang baiknya kerjasama tersebut.
Dari 520 orang yang meninggal akibat kecelakaan, 4 orang ternyata selamat dan hidup. Namun karena pertolongan baru datang 16 jam setelah kecelakaan, jumlah yang meninggal menjadi 520 orang, yang seharusnya bisa mengurangi jumlah yang meninggal.
"Saat saya sadarkan diri, saya masih mendengar suara ayah, adik perempuan saya dan orang lainnya," kata Keiko Kawakami salah satu wanita yang selamat hidup saat itu berusia 14 tahun.
Ayah dan Ibu serta adik perempuannya akhirnya meninggal dunia. Kini Keiko menjadi perawat di Jepang dan kakaknya Chiharu yang kebetulan tak ikut perjalanan keluarganya menjadi penopang Lansia kerja di panti jompo di Jepang.