Jumat, 19 September 2025

Pakta Lingkungan Memungkinkan Jepang Periksa Pencemaran di Markas Militer Amerika di Okinawa

Pakta kesepakatan baru mengenai lingkungan hidup ditandatangani antara Jepang dan Amerika Serikat (AS) seiring kunjungan PM Jepang Shinzo Abe ke AS.

Editor: Dewi Agustina
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Dokumen militer Amerika Serikat yang diungkap kepada masyarakat baru-baru ini. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Senin (28/9/2015) lalu pakta kesepakatan baru mengenai lingkungan hidup ditandatangani antara Jepang dan Amerika Serikat (AS) seiring kunjungan PM Jepang Shinzo Abe ke AS.

Dengan adanya pakta baru tersebut dimungkinkan secara teori Jepang memeriksa kamp militer AS di Okinawa terutama kasus pencemaran laut di sana.

Pentagon belum lama ini membuka kepada umum 82 halaman dokumen yang sebelumnya rahasia, mengenai memoranda Angkatan Laut AS (Memoranda US Army, Navy and Marine Corps), terkait kematian massal kehidupan laut di Okinawa, khususnya di selatan Camp Kinser (service area), sebelumnya dikenal sebagai Machinato atau Makiminato.

Dokumen antara tahun 1990-an sampai dengan 1990-an itu menyangkut 46.000 meter persegi, tempat penyimpanan bahan kimia, termasuk insektisida, herbisida dan pelarut.

Tahun 1975 dilakukan survei oleh badan US Army Pacific Environmental Health Engineering Agency di tempat tersebut. Hasil survei menuliskan terjadi kematian massal ikan di sana karena tercemar bahan beracun tingkat tinggi seperti Chlordane, DDT, malathion, dioxin, dan polychlorinated biphenyl.

Menurut Jon Mitchell dari Japan Times, bahan-bahan tersebut sebenarnya sudah lama dilarang digunakan di AS karena bisa berdampak racun sampai waktu yang lama.

Tahun 1977 di tempat yang sama Camp Kinser, dilakukan uji coba dan menemukan lagi tingkat tinggi dari carcinogenic heavy metals, termasuk lead (timah) dan cadmium.

Berbagai bahan beracin termasuk 12,5 ton ferric chloride berusaha dipendam dan dibuang ke laut tetapi tak berhasil. Pertengahan tahun 190-an, bahan beracun tersebut ternyata semakin merusak lingkungan hidup laut setempat.

Laporan angkatan laut AS tahun 1984 menuliskan para pekerja konstruksi pembangunan gedung rumah sakit di sana banyak yang keracunan akibat bahan-bahan beracun tersebut yang masuk kuat terkontaminasi di sana.

Tahun 1990 seorang Komandan Angkatan Laut AS juga menuliskan laporan ada "hot spot" yang berbahaya di sana harus ditangani sangat serius.

Komichi Ikeda, penasehat Enviromental Research Institute Inc merasa prihatin atas bahan-bahan beracun dan kimia yang diperkirakan kuat masuk polusi di daerah tersebut hingga kini.

"Sangat penting bagi AS untuk secara serius mengantisipasi daerah tersebut agar bersih saat dikembalikan kepada Jepang lagi," ujarnya.

Sebagai catatan pada saat tahun 1990 dilakukan survei di sana, biaya survei mencapai sekitar 112 juta yen. Saat ini apabila dilakukan survei serupa lagi diperkirakan akan jauh semakin mahal.

Lalu dengan penandatanganan pakta kerja sama Jepang-AS hari Senin kemarin diperkirakan Jepang akan mengeluarkan dana survei saat ini agar saat pengembalian tanah tersebut kepada Jepang dapat bersih dan tak tercemar racun lagi di masa mendatang.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan