Kamis, 18 September 2025

Anak Indonesia Sekolah di Jepang Kesulitan Makan Siang Yang Halal

Forum tersebut diselenggarakan di dalam Festival Seni dan Budaya Shizuoka bekerjasaa dengan pihak Universitas Seni dan Budaya Shizuoka.

Editor: Johnson Simanjuntak
Shizuoka Shimbun
Evi Gusti Wahyuni (39) anggota komisi keramahtamahan Multibudaya perfektur Shizuoka sedang presentasi masalah muslim di Jepang 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Anak-anak Indonesia di Jepang ternyata kesulitan mendapatkan makanan halal saat makan siang di sekolah.

Oleh karena itu diharapkan ada upaya fleksibel dari pihak otoritas Jepang agar masalah ini dapat terpecahkan bagi kepentingan bersama.

"Saya hanya ingin supaya pihak otoritas mempertimbangkan upaya-upaya yang fleksibel untuk memecahkan masalah halal ini ketimbang sebuah aturan dan saya ingin pengertiannya," ujar Evi Gusti Wahyuni (39) khusus kepada Tribunnews.com Selasa ini (7/2/2017).

Evi adalah anggota komisi keramahtamahan Multibudaya perfektur Shizuoka hari Sabtu lalu (4/2/2017) melakukan presentasinya mengenai kehidupan muslim di Naka-ku kota Hamamatsu Jepang pada Forum Pendidikan Anak Multibudaya.

Forum tersebut diselenggarakan di dalam Festival Seni dan Budaya Shizuoka bekerjasaa dengan pihak Universitas Seni dan Budaya Shizuoka.

Bulan November tahun lalu sampai dengan Januari 2017, menurut Evi, penelitian dilakukan terhadap 33 keluarga tetapi dijawab oleh 26 keluarga di sekitar Shizuoka dan hasilnya mereka tampak kesulitan dengan tempat sholat dan makanan siang saat jam istirahat sekolah, di mana makanan siang sekolah biasanya menggunakan babi.

"Ada dua kategori keluarga, pertama yang memang tidak sentuh makanan sekolah jadi pasti buat sendiri, kategori kedua, kluarga yang menerima makanan siang sekolah, tetapi kalau ketahuan ada daging pasti buat bento makan siang sendiri buat anaknya."

Oleh karena itu banyak responden akhirnya membawakan anaknya lunch box yang halal buat makan siangnya, karena pihak sekolah ada yang tidak menanggapi dengan baik masalah halal tersebut.

"Ini kan sebetulnya sangat merepotkan ibunya ya. Jadi saya harap dengan hasil presentasi ini bisa menjadi batu loncatan untuk penanggulangan masalah yang dihadapi anak-anak muslim di sini," kata Evi yang bersuamikan orang Jepang dan telah 14 tahun tinggal di Jepang, lulusan jurusan Lingustik Universitas Shizuoka.

Di sekolah dan tempat kerja pun ada yang melarang penggunaan jilbab kepada wanita muslim dan bahkan ada yang suka menyindir dengan kata-kata tidak menyenangkan kepada para wanita muslim pula, tambahnya lagi.

Ada dua hal menarik pula dari penyelidikan Evi selama ini.

Pertama mengenai adanya SD di Hamamatsu yang memperkenankan anak muslim di SD diperkenankan meninggalkan sekolah saat sholat Jumat dijemput ayahnya, "Tetapi hal ini belum ada di kota Shizuoka," katanya.

Lalu yang kedua adanya sekolah atau tempat penitipan anak yang menyajikan makanan halal di Fukuoka sejak 15 tahun lalu.

"Saya kaget juga kok bisa mereka sejak 15 tahun lalu sudah menyediakan makanan halal. Artinya memang bisa kalau memang ada niatan untuk itu. Setelah saya tanya ternyata karena banyak mahasiswa Universitas Kyushu yang membawa anaknya, muslim, akhirnya malah kini semakin banyak anak muslim dititipkan ke sekolah tersebut," ujarnya lagi.

Jadi sebenarnya sekolah perlu menanggapi dan memikirkan diri secara fleksibel hal-hal mengenai halal tersebut, jangan langsung mentah-mentah segera menolak kalau ada permintaan tersebut, katanya lagi, yang disambut senyum para hadirin saat presentasinya Sabtu lalu.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan