Kamis, 18 September 2025

Seberapa Berat Hukuman Bagi Para Pengutil di Jepang?

Yang pasti Ito tidak percaya kalau ada yang mengatakan bahwa mambiki itu adalah suatu penyakit.

Editor: Johnson Simanjuntak
Richard Susilo
Profesional Anti Mambiki Jepang, G-man, Yuu Ito, kelahiran Tokyo 1 April 1971 sedang menjelaskan suatu pencurian kepada Tribunnews.com 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kalangan pendidikan Jepang tidak sedikit yang mengeluh banyak muridnya dari Vietnam menjadi pengutil (mambiki) di berbagai toko di Jepang.

Demikian pula halnya warga China tidak sedikit melakukan hal serupa.

"Yang saya tahun warga China dan warga Vietnam terutama yang datang untuk belajar bahasa Jepang ke jepang, banyak yang melakukan mambiki di Jepang terutama di daerah-daerah, selain di toko besar di Tokyo dan kota besar Jepang lainnya," ungkap Yuu Ito (46), G-man Jepang, yang memang ahli menangkap pencuri serta mambiki (pengutil), khusus kepada Tribunnews.com siang ini (27/6/2017).

Lalu bagaimana dengan hukuman mereka sesuai peraturan yang ada di Jepang?

"Banyak faktor yang mempengaruhi soal hukuman. Melihat bekerja atau tidak bekerja posisi pelakunya, berkali-kali atau pertama kali, usia pelaku, apa yang diambil berapa besar nilainya dan segala macam hal perlu dipertimbangkan," paparnya lagi.

Menurutnya ada tahapan hukuman serta denda atau kurungan penjara.

Di mulai dengan kurungan mungkin beberapa hari, lalu 20 hari, lalu 3 bulan, lalu menjelang stau tahun dan paling tinggi mungkin sekitar satu setengah tahun penjara bagi yang melakukan mambiki berkali-kali, di samping denda yang cukup berat diterapkan para hakim, jelasnya.

Selain itu ternyata ada anak sekolah dasar yang juga melakukan mambiki, "Mungkin karena terpengaruh teman-temannya, pengaruh lingkungannya sehingga mungkin juga belum tahu apa arti dan akibat mambiki tersbeut. Tetapi kalau sudah SMP biasanya sudah mengerti dan melakukan mambiki dengan alasan lain sehingga hukumannya bisa lebih berat, selain tentu akan diberitahukan ke orangtuanya pula oleh polisi yang bersangkutan."

Yang pasti Ito tidak percaya kalau ada yang mengatakan bahwa mambiki itu adalah suatu penyakit.

"Saya tidak percaya kalau mambiki itu adalah penyakit karena faktornya banyak yang membuat seseorang melakukan mambiki. Nah kita harus bisa mengantisipasi faktor penyebab tersebut sehingga dia tak melakukan mambiki lagi."

Salah satu faktor memang karena kemiskinan. Tetapi bukan melulus kemiskinan karena tidak sedikit orang melakukan mambiki tetapi sebenarnya di apunya uang atau bahkan ada orang kaya juga seperti yang pernah ditemukan di Hardys Nusa Dua.

"Kakek tua 70 tahun yang kedapatan melakukan mambiki oleh saya, ternyata seorang artis yang cukup terkenal di Austria punya banyak uang tetapi dia melakukan mambiki karena paginya dimarah-marahu isterinya di Bali sehingga kesal dan bingung dan berujung dengan pikiran kalut akhirnya melakukan mambiki. Saya percaya cerita orang tersebut," paparnya lagi.

Setelah melakukan praktek G-man di Bali April 2017, Ito juga sempat menatar menjelaskan berbagai hal mengenai karakter orang yang akan melakukan mambiki kepada para staf Hardys di Bali.

"Cukup banyak yang tertarik dan baru tahu setelah saya jelaskan sana-sini soal karakter orang yang melakukan mambiki. Termasuk pula kalau melihat badan orang agak aneh bentuknya, bukan tidak mungkin mengumpetkan sesuatu di balik bajunya sehingga bentuk badan dan baju serta jalannya menjadi agak aneh, itu mestinya perlu dicurigai," tekannya lagi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan