Kamis, 18 September 2025

Sejak 500 Tahun Lalu Dunia Sumo Jepang, Preman dan Judi Sudah Menggerogoti Budaya Jepang

Menurutnya pula kalau melihat satu kamar Yokozuna (peringkat tertinggi Sumo) saja sekitar 30 juta yen menjadi uang bawah tanah

Editor: Johnson Simanjuntak
Richard Susilo
Mantan pimpinan Yakuza afiliasi Yamaguchigumi, Sugawara Ushio, bos Watanabe gumi dan salah satu pimpinan Sato gumi dengan buku barunya Under Protocol terbit kemarin (28/2/2018). 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Ternyata sudah sejak 500 tahun lalu dunia Sumo, preman kota dan judi di Jepang sudah menggerogoti budaya Jepang, tak ada sopan santun sama sekali, antara lain karena pendidikan mereka yang rendah tetapi malas memperbaikinya karena sudah terbiasa.

"Saya jengkel dengan dunia sumo di Jepang, apalagi preman kota dan judi. Tak ada sopan santun lagi, karena pendidikan rendah. Mestinya mereka khususnya Federasi Sumo mendidik mereka agar jadi lebih baik dunia sumo khususnya. Tapi keseharian dengan judi dan duit tidak jelas ke sana-sini sudah jadi terbiasa, sehingga secara tak langsung merusak budaya Jepang sebenarnya. Apalagi kini Sumo juga banyak didominasi pesumo asing dari Mongolia yang tingkah lakunya tidak keruan saat ini," ungkap mantan pimpinan Yakuza afiliasi Yamaguchigumi, Sugawara Ushio, bos Watanabe gumi dan salah satu pimpinan Sato gumi khusus kepada Tribunnews.com sore ini, Kamis (1/3/2018).

Menurutnya pula kalau melihat satu kamar Yokozuna (peringkat tertinggi Sumo) saja sekitar 30 juta yen menjadi uang bawah tanah (chika keizai) yang tak jelas dan pasti tak terlapor ke perpajakan.

"Jadi kalau dijumlah keseluruhan hanya dari dunia sumo Jepang, uang bawah tanah mereka setahun sekitar 600 juta yen atau sekitar Rp.78 miliar uang yang tak jelas per tahun di dunia sumo Jepang.

Tapi kalau bisbol lebih sedikit karena permainan beregu bukan individual seperti Sumo jadi agak sulit perputaran uang bawah tanah tersebut. Demikian pula para pemainnya berpendidikan lebih tinggi setidaknya lulusan SMA. Sedangkan pemain Sumo mulai lepas sekolah sekitar lulus Sekolah dasar sudah mulai berlatih untuk bisa jadi pesumo profesional.

Banyak uang bergelimangan di dunia Sumo akhirnya jadi terbiasa, "Terima uang dari fansnya yang senang biasanyanya puluhan ribu yen dari satu orang dan jumlah fansnya yang fanatik bisa puluhan ratusan orang, berapa yang diterimanya banyak sekali bukan? Dan semua masuk kantong pribadi tak terlaporkan ke pajak."

Kerusakan budaya Jepang khususnya budaya Sumo itu terutama dimulai dari era Asa Syoryu pesumo Mongol yang akhirnya berhasil menjadi Yokozuna. Lama-lama terus dunia sumo terpengaruh dan menjadi semakin buruk dunia sumo Jepang ini, tambahnya.

"Belum lagi ada kasus pemukulan smapai cedera berat pesumo Mogol oleh pesumo Mongol sampai jadi kasus besar di jepang. Ini jelas hal yang ngawur, sama sekali jauh dari spirit (jiwa) Bushido (ksatria) nya Jepang," tekannya lagi.

Lebih parah lagi dunia artis di jepang, jauh lebih banyak uang di bawah tanah dunia tersebut dan pasti tidak mau melapor ke perpajakan Jepang.

Lihat saja uang dari kaitan periklanan, jamuan makan terima uang, pembentukan fans club semua pasti terima uang, dan semua itu pasti tak ada kwitansinya, "Itu semua uang bawah tanah tidak jelas dan pasti tidak terlapor ke perpajakan."

Pendidikan yang rendah dari para artis Jepang juga ikut mempengaruh terjadinya chika keizai tersebut, "Mereka jadi terbiasa menerima uang-uang yang tak jelas tersebut."

Lalu bagaimana pendidikan di Jepang apakah tidak penting?

"Pendidikan memang penting semua menyadarinya. Tetapi saat ini Jepang yang makmur tak usah pendidikan juga bisa makan bisa hidup. Kalau tak punya duit dapat biaya kehidupan sosial (jaminan kesejahteraan) dari pemerintah Jepang."

Negara Sakura ini stabil perekonomian sehingga yang tak bekerja, tak ada uang bisa dapat tunjangan sosial dari pemerintah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan