Jumat, 19 September 2025

Para Ahli di Jepang Ingatkan G20 Bicarakan Masalah Dunia, Bukan Masalah Masing-masing Negara

Para ahli mengharapkan pertemuan G20 di Osaka 28 hingga 29 Juni 2019 dapat membicarakan masalah global, bukan masalah masing-masing negara.

Editor: Dewi Agustina
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Dari kiri: Bihong Huang, Research Fellow, ADBI & T20 Japan policy task force, digital development; Nella Hendriyetty, Senior Capacity Building and Training Economist, ADBI & Former Deputy Director for G20, Kementerian Keuangan Indonesia; Sayuri Shirai, Professor, Keio University & Former Bank of Japan Policy Board member; Naoyuki Yoshino, Dean, Asian Development Bank Institute (ADBI) & Chair, Think20 (T20) Japan; dan Denis Hew, Director, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Policy Support Unit, APEC Secretariat 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Para ahli terutama yang terkoordinir dengan Institut Bank Pembangunan Asia (ADBI) mengharapkan pertemuan G20 di Osaka 28 hingga 29 Juni 2019 dapat membicarakan masalah global, bukan masalah masing-masing negara.

"Kita tahu terjadi friksi perdagangan antara Amerika dengan China dan Amerika dengan masalah negara lain juga. Jangan bicarakan perdagangan kedua negara China dan Amerika nantinya, tetapi bicarakanlah masalah untuk kepentingan global. Kalau hanya bicara masalah per negara, akan kabur pembicaraan di dalam pertemuan G20 mendatang," harap Naoyuki Yoshino, Dean, Asian Development Bank Institute (ADBI) & Chair, Think20 (T20) Japan, dalam jumpa pers di klub wartawan asing Jepang, Senin (24/6/2019).

Yoshino menanggapi adanya pertanyaan mengenai kemungkinan kelompok G20 akan bubar di masa depan karena banyak masalah di antara negara besar dunia, seperti China-AS yang sangat mempengaruhi perekonomian dunia dan mempertanyakan apakah kelompok G20 bisa membantu memecahkan masalah tersebut.

"Pertemuan harus fokus kepada masalah global bukan hanya kedua negara yang lagi bermasalah. Banyak hal harus dibahas saat ini dalam pertemuan G20 tersebut, bukan hanya perdagangan tetapi hal lain juga seperti usaha kecil dan menengah (SME), masalah populasi menua dan antisipasi harus dilakukan negara berekembang sekarang juga. Jangan menunggu seperti Jepang, masalah lingkungan green bond, kebijakan moneter agar krises 97/98 tidak terulang lagi dan masalah lainnya," jelasnya.

Dari kiri: Bihong Huang, Research Fellow, ADBI & T20 Japan policy task force, digital development; Nella Hendriyetty, Senior Capacity Building and Training Economist, ADBI & Former Deputy Director for G20, Kementerian Keuangan Indonesia; Sayuri Shirai, Professor, Keio University & Former Bank of Japan Policy Board member; Naoyuki Yoshino, Dean, Asian Development Bank Institute (ADBI) & Chair, Think20 (T20) Japan; dan
Denis Hew, Director, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Policy Support Unit, APEC Secretariat
Dari kiri: Bihong Huang, Research Fellow, ADBI & T20 Japan policy task force, digital development; Nella Hendriyetty, Senior Capacity Building and Training Economist, ADBI & Former Deputy Director for G20, Kementerian Keuangan Indonesia; Sayuri Shirai, Professor, Keio University & Former Bank of Japan Policy Board member; Naoyuki Yoshino, Dean, Asian Development Bank Institute (ADBI) & Chair, Think20 (T20) Japan; dan Denis Hew, Director, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Policy Support Unit, APEC Secretariat (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)

Sementara itu profesor universitas Keio, Sayuri Shirai yang juga Visiting Scholar ADBI melihat adanya lima hal menarik untuk bisa dibicarakan di dalam forum G20 mendatang.

Dana tambahan 15 triliun dolar AS dari tiga bank dunia besar untuk bisa menaikkan perekonomian dunia 2 persen yang belum berhasil saat ini, perlu mendapat perhatian dari para anggota G20.

Kemudian perbedaan nilai tukar mata uang asing semua anggota G20 juga harus jadi perhatian penting agar negara anggota G20 bisa stabil perekonomiannya di masa depan.

"Belum lagi masalah lansia dengan pensiun masa depannya yang perlu dijaga kestabilannya sehingga menciptakan ketenangan bagi masyarakatnya. Jepang sendiri kini dengan banyaknya lansia dan masalah pensiun masa depan, masih terus berupaya keras untuk menciptakan kepercayaan dari masyarakatnya," tambah Shirai.

Selain itu masalah tingkat suku bunga yang rendah saat ini khususnya di Jepang juga menjadi keprihatinan tersendiri, karena tak bisa jadi andalan masa tua masyarakat Jepang mengingat suku bunga simpanan teramat rendah saat ini.

Baca: Ibunya Arisan, Balita 19 Bulan Tewas Tenggelam di Kolam Taman Hias

Sedangkan Yoshino berharap kenaikan gaji serta kenaikan tingkat suku bunga bank agar pensiun masa depan masyarakat Jepang dapat terjaga dengan baik.

"Kebijakan moneter tersebut harus dilakukan reformasi dengan lebih baik lagi di masa depan khususnya bagi kalangan lansia di negara-negara Asia khususnya Jepang yang masih terus berjuang untuk bisa menciptakan ketenangan di tengah masyarakat lansianya saat ini," tambah Yoshino.

Menghadapi masalah plastik sampah dunia, Yoshino menyarankan untuk mengenakan pajak yang lebih tinggi kepada perusahaan yang banyak bergerak di bidang produk plastik, sehingga masalah sampah plastik dapat tertangani dengan lebih baik.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan