Depresi adalah Penyakit yang Berkaitan dengan Kesehatan Mental
Orang dengan gangguan depresi bisa pulih sepenuhnya dan penderitanya juga seharusnya bisa tanpa ragu-ragu mencari dukungan dan pengobatan
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 menyatakan bahwa gangguan depresi kini menduduki peringkat keempat penyakit di dunia.
Sekitar 300 juta dari total populasi dunia menderita depresi.
Meski demikian, tingginya angka prevalensi gangguan depresi tidak diikuti dengan meningkatnya pemahaman mengenai gangguan ini di dalam masyarakat.
Terlebih lagi ada banyak stigma yang beredar mengenai depresi dan menghambat orang dengan depresi mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk bisa menjalani kehidupan kembali secara normal.
Depresi adalah suatu kondisi medis yang dapat dikategorikan menjadi tiga jenis gejala: gejala terkait suasana hati (suasana hati yang buruk, minat yang rendah, kecemasan, motivasi yang rendah, dsb).
Sementara gejala kognitif (gangguan konsentrasi, kesulitan dalam membuat rencana, pelupa, lambat dalam menanggapi dan bereaksi, dsb) & gejala fisik (nyeri, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, dsb).
Meskipun manifestasi utama dari gangguan ini berupa suasana hati yang buruk dan perasaan sedih, penting untuk mengingat bahwa gejala-gejala kognitif dan fisik dapat berkontribusi terhadap gangguan fungsi pada pasien dan memengaruhi kualitas hidup mereka.
Baca: Polisi Ungkap Motif Wanita Berusia 69 Tahun di Pontianak akan Bunuh Diri
Pada beberapa pasien, depresi dapat memunculkan pikiran bunuh diri hingga tindakan bunuh diri itu sendiri.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 memperkirakan bahwa setiap 40 detik terjadi kasus bunuh diri. Deteksi dini dan perawatan yang tepat dapat meningkatkan remisi, menghindari terjadinya kekambuhan, mengurangi beban emosi dan beban keuangan yang timbul oleh gangguan depresi ini.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Dr. Eka Viora, SpKJ mengatakan, banyaknya stigma yang beredar terhadap depresi menghalangi para penderitanya mendapatkan dukungan yang tepat.
“Stigma tersebut menghambat orang dengan depresi untuk mencari dukungan yang mereka butuhkan untuk bisa menjalani kehidupan kembali secara normal,” kata Eka ditemui sela-sela acara Lundbeck Regional Symposium di Jakarta.
Simposium yang diadakan Lundbeck, perusahaan farmasi multinasional asal Denmark ang diadakan pada tanggal 22-23 Juni 2019 yang diikuti 450 dokter dari Asia Selatan dan Asia Timur untuk membahas manajemen kesehatan jiwa dan konsekuensinya jika penderita tidak menerima pengobatan yang tepat, serta perkembangan dan inovasi pengobatan untuk gangguan depresi.
Baca: Sempat Jadi Bahan Bully Netizen, Roy Kiyoshi Sampai Depresi Hingga Datangi Psikiater
Depresi lebih sering dilihat sebagai aib daripada penyakit karena berkenaan dengan kesehatan mental, bukan fisik.
Ia bersama rekan-rekannya sedang berusaha meningkatkan kesadaran bahwa depresi adalah penyakit sebagaimana penyakit lainnya.
“Orang dengan gangguan depresi bisa pulih sepenuhnya dan penderitanya juga seharusnya bisa tanpa ragu-ragu mencari dukungan dan pengobatan,” kata DR. Dr Margarita Maramis, SpKJ (K), Ketua Divisi Mood Disorder Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI).