Sosiolog: Perlu Aturan Hukum Atasi Persoalan Pengemis
Mengemis seolah telah menjadi profesi bagi segelintir orang untuk mencari jalan pintas dalam memperoleh uang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati menyebut persoalan keberadaan pengemis memang merupakan sebuah fenomena sosial yang jamak terjadi di Kota-kota besar.
Mengemis seolah telah menjadi profesi bagi segelintir orang untuk mencari jalan pintas dalam memperoleh uang. "Ini bukan hal baru, bahkan di negara maju ini juga terjadi," ujar Devie kepada Tribunnews.com, Kamis (28/11/2013).
Devie menyebut, maraknya pengemis di kota-kota besar tidak bisa dilepaskan dari banyaknya pihak pemberi di kalangan masyarakat perkotaan. Hal ini membuat keberadaan pengemis menjadi tumbuh subur.
Fenomena ini disebebkan beberapa hal, salah satunya adalah aktifitas warga perkotaan yang begitu padat dengan waktu kesibukan yang tinggi membuat masyarakat perkotaan khususnya para pekerja merasa kurang memiliki waktu untuk melakukan berbagai ritual-ritual ibadah keagamaan.
"Jadi ini semacam shortcut (jalan pintas), atas kurangnya ritual itu," tuturnya.
Devie juga mengatakan, salah satu hasil riset yang dilakukan di luar negeri, kebiasaan memberi uang kepada pengemis terkadang bukan didasari rasa iba terhadap si peminta-minta, atau dorongan untuk melakukan ibadah baik. Hasil riset menunjukan, pemberi kerap memberi uang hanya sekedar penyaluran keegoisannya semata.
"Jadi sebagai bentuk pelepasan dahaga si pemberi, seakan dia berbuat sesuatu," imbuhnya.
Kondisi ini yang kemudian menjadikan keberadaan pengemis semakin menjamur di kota-kota besar.
Mengenai penyelesaian persoalan tersebut, Devie menilai Indonesia bisa menerapkan aturan hukum yang berlaku di beberapa negara dimana pengemis bisa dikenakan pasal pidana, apalagi terbukti kebijakan pengeluaran himbauan haram untuk memberikan uang kepada pengemis seperti yang sempat dilakukan tidak memberikan dampak yang signifikan.
"Kalau bicara soal pendapat halal-haram memberikan uang ke pengemis, ini kan masih bisa diperdebatkan lagi, beda dengan penerapan hukum," tukasnya.
Penerapan hukum ini misalnya bisa dilakukan dengan menggunkan pasal penipuan terhadap para pengemis yang dalam menjalankan operasinya menggunakan modus palsu seperti berpura-pura cacat atau membutuhkan uang untuk operasi penyait tertentu.
"Mereka jadi bisa dipenjarakan karena itu. Apalagi misalnya mereka mengemis dengan penekanan agresifitas, misalnya menggunakan anjing atau dengan nada dan tatapan mengancam, kalau di luar (negeri) itu diatur," katanya.
Tak hanya itu, Devie menyebut penerapan aturan pelarangan memberi uang kepada pengemis tersebut harus dilakukan secara konsekuen agar dapat berjalan dengan baik. Karena jika aturan yang ada tidak dijalankan dan tidak diawasi pelaksanaannya tidak akan memberikan hasil yang signifikan.