Selasa, 19 Agustus 2025

Legislator Baru

Alasan Masyarakat Ingin DPR Tandingan Bubar

Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyimpulkan bahwa mayoritas masyarakat menginginkan DPR tandingan membubarkan diri.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
The Jakarta Post /Seto Wardhana
Pimpinan DPR sementara versi Koalisi Indonesia Hebat yang diketuai Ida Fauziah (PKB) (tengah), bersama Wakil Ketua Effendi Simbolon (PDI-P) (kedua kiri), Supriyadi (Partai Nasdem) (kiri), Dossy Iskandar (Partai Hanura) (kedua kanan) dan Syaifullah Tamliha (PPP) (kanan), memimpin rapat paripurna DPR tandingan di ruang KK II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/10/2014). Rapat Paripurna versi Koalisi Indonesia Hebat yang tidak diakomodir oleh Setjen DPR itu tetap digelar dengan agenda pembacaan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR, pemilihan dan penetapan pimpinan DPR yang baru serta penetapan anggota untuk tiap komisi dan alat kelengkapan lain di DPR. (The Jakarta Post/Seto Wardhana) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyimpulkan bahwa mayoritas masyarakat menginginkan DPR tandingan membubarkan diri. Dari hasil survei sebesar 61,2 persen responden menyatakan DPR tandingan sebaiknya membubarkan diri dan 22,95 persen responden menginginkan sebaliknya.

Menurut peneliti LSI, Dewi Arum, terdapat tiga alasan mengapa masyarakat menginginkan DPR tandingan yang dibentuk Koalisi Indonesia Hebat (KIB) tersebut bubar.

"Terdapat tiga alasan, yang utama adalah, munculnya DPR tandingan menjadi preseden buruk bagi kehidupan politik di Indonesia yang menganut sistem demokrasi," ujar Dewi di kantor LSI, Jalan Pemuda, Jakarta, Kamis (6/11/2014).

Yang kedua menurut Dewi adalah kemunculan DPR tandingan akan merusak struktur kerja DPR. Sehingga fungsi fungsi dan tugas yang melekat pada anggota dewan tidak dapat dilaksanakan. Dengan terhambatnya tugas DPR otomatis akan menghambat kinerja pemerintahan Jokowi-JK.

"Sebanyak 51,44 persen responden menilai koalisi partai pendukung Jokowi-JK justru tidak sejalan dengan semangat Presiden Jokowi yang memiliki tagline Kerja, Kerja, dan Kerja," turur Dewi.

Yang terakhir adalah munculnya DPR tandingan bukan lantaran kepentingan umum, melainkan karena kepentingan segelintir partai. Kepentingan tersebut akibat KIH kalah bertarung di parlemen.

"Sebanyak 50,8 persen publik menilai, kubu Jokowi yang tidak menguasai mayoritas di DPR akibat kesalahan sendiri yang terlambat memperluas dukungan partai," kata Dewi.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan