Pengamat Nilai Jokowi Ambil Langkah Mundur Pertahankan Airlangga Rangkap Jabatan
Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan kabinet dapat fokus bekerja bila terbebas dari dari sekat-sekat kepentingan partai atau kelompok.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap mempertahankan Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian dinilai sebagai langkah mundur.
Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan kabinet dapat fokus bekerja bila terbebas dari dari sekat-sekat kepentingan partai atau kelompok.
"Langkah bagus dalam membangun tradisi agar kabinet menjadi bebas dari sekat-sekat kepentingan kelompok atau partai seperti kembali ke titik awal," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Kamis (18/1/2018).
Baca: Ratusan Alumni 212 Kawal Kehadiran Ustadz Zulkifli Muhammad di Bareskrim
Ray melihat alasan waktu dan keperluan stabilitas kinerja hanyalah hal teknis.
Hal itu tidak bisa ditawar dengan prinsip membangun tradisi kabinet yang bersih dari jabatan strategis di dalam partai.
"Merekrut anggota kabinet baru untuk posisi yang sama tidaklah membutuhkan adaptasi selama 6 bulan seperti kekhawatiran Pak Jokowi," tegasnya.
Lebih lanjut Ray Rangkuti menjelaskan pilihan Jokowi memperlihatkan sikap inkonsisten dalam membangun tradisi positif dalam struktur kabinet.
Pilihan Jokowi, kata Ray, akan dapat menimbulkan kecemburuan partai politik lain yang sudah terlebih dahulu mengikat diri dengan kebijakan presiden.
Baca: Ternyata Hunian DP 0 Rupiah Bukan Rumah Tapak, Tetapi Rusunami
Dimana, menteri kabinet bukanlah pejabat strategis di dalam lingkungan partai.
Wiranto yang menjabat Menkopolhukam misalnya, akhirnya harus melepas jabatan ketua umum Hanura karena bergabung dengan Kabinet.
"Berharap presiden dapat mengubah lebijakan ini kembali. Masih ada waktu. Agar tradisi positif yang dibangun dengan susah payah oleh presiden tidak hancur justru di tangan beliau sendiri," harapnya.
Presiden Joko Widodo mengizinkan Airlangga Hartarto untuk rangkap jabatan sebagai Menteri Perindustrian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar.
Jokowi beralasan, masa kerja kabinet saat ini hanya tersisa satu tahun. Oleh karena itu, tak efektif apabila dilakukan pergantian di pos menteri perindustrian.