Pilpres 2019
Tim Hukum Prabowo-Sandi Jelaskan Barang Bukti Amplop yang Disebut Aneh oleh KPU
Sebelumnya saksi Beti Kristiana mengaku menemukan tumpukan amplop di halaman kecamatan Juwangi, Boyolali.
Penulis:
Taufik Ismail
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana mengatakan bahwa Beti Kristiana, saksi yang dihadirkan dalam sidang gugatan Pemilu Presiden 2019 ingin berkontribusi dalam Pemilu Presiden sehingga memunguti amplop-amplop yang ditemukan di halaman kecamatan Juwangi, Boyolali, Jawa Tengah.
Amplop tersebut menurutnya berhologram dan merupakan dokumen KPU.
"Amplop ya ibu ini pada dasarnya orang yang semangat jadi dia melihat amplop-amplop ini bagian pembuktian yang dia bawa begitu saja. Jadi semangat dia untuk kontribusi dengan proses pemilu jurdil," ujar Denny di Mahkamah Konstitusi, Rabu, (19/6/2019).
Amplop tersebut, menurut Denny kemudian dibawa dan diserahkan ke sekretariat Nasional Prabowo-Sandi sebelum dihadirkan ke persidangan.
Baca: Keanehan yang Ditemukan KPU pada Bukti Amplop yang Dibawa Saksi Prabowo-Sandi di MK
Denny mengatakan Beti membawa bukti tersebut ke persidangan agar bukti terlihat natural.
"Enggak itu emang langsung dari beliau saja supaya lebih natural, original, lebih bagus dan lumayan kita enggak perlu fotokopi dari 12 kali," katanya.
Menurut Denny kejadian yang disampaikan Beti dalam kesaksiannya dipersidangan telah dimasukan ke dalam dalil permohonan gugatan sengketa Pemilu Presiden.
Kesaksian tersebut dimasukan ke dalam dali permohonan secara umum, misalnya ada keterlibatan birokrasi dalam Pemilu Presiden.
Sebelumnya saksi Beti Kristiana mengaku menemukan tumpukan amplop di halaman kecamatan Juwangi, Boyolali.
Adapun jarak dari rumahnya ke kecamatan cukup jauh dengan waktu tempuh 3 jam.
Beti mengaku menemukan tumpukan dokumen tersebut, saat mengikuti pengiriman kotak suara, dari tingkat kelurahan ke kecamatan.
Beti melakukan hal tersebut sebagai bagian dari relawan Prabowo-Sandi.
Dalam kesaksiannya Beti mengaku sempat menanyakan tumpukan dokumen yang 'dibuang' di halaman kecamatan.
Beti mengaku mendapat keterangan bahwa tumpukan dokumen tersebut merupakan sampah.
Karena keterbatasan Beti tidak membawa seluruh tumpukan amplop.
Dia hanya membawa sebagian amplop lalu diserahkan ke Seknas Prabowo-Sandi.
Ternyata Amplop tersebut dibawa Beti ke persidangan, hanya saja tidak didaftarkan sebagai barang bukti persidangan.
Dalam persidangan, oleh KPU dokumen tersebut diperiksa.
KPU sangsi dengan amplop tersebut karena tidak ada bekas lem.
Padahal apabila telah dipakai harus ada bekas lem.
Tulisan dalam amplop juga menurut KPU mirip, seharusnya berbeda-beda karena berasal dari berbagai TPS.
Dinilai aneh
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum ( KPU) menemukan keanehan pada bukti amplop yang ditunjukan saksi yang dihadirkan tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Beti Kristiana dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Rabu (19/6/2019).
Awalnya, Beti menunjukan bukti berupa sejumlah amplop surat suara yang digunakan pada pemilihan umum 17 April 2019.
Menurut Beti, amplop itu merupakan pembungkus formulir C1.
Beti mengatakan, amplop dalam jumlah banyak itu ditemukan dalam tempat sampah di sebuah kecamatan di Boyolali.
Beti mengumpulkan amplop tersebut karena diduga sebagai dokumen penting.
Beti kemudian membawa tumpukan amplop tersebut ke Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi di Boyolali.
Hakim kemudian meminta Beti membawa amplop tersebut ke meja hakim.
Hakim Suhartoyo memanggil masing-masing perwakilan pemohon, termohon dan termohon terkait untuk maju ke meja hakim dan melihat amplop yang dibawa Beti.
Setelah itu, hakim meminta KPU sebagai pihak termohon untuk membawa bukti pembanding dalam persidangan berikutnya.
Kuasa hukum KPU, Ali Nurdin kemudian meminta izin agar pihaknya boleh memotret amplop yang dibawa Beti.
Namun, setelah memeriksa dan memotret amplop, Komisioner KPU menemukan keanehan pada amplop tersebut.
KPU melihat ada kesamaan bentuk tulisan pada bagian luar amplop.
Padahal, amplop yang disebut ditemukan di kecamatan itu berasal dari tempat pemungutan suara (TPS) yang berbeda-beda.
"Yang mulia, kami minta izin kalau boleh untuk foto amplop yang lainnya. Sebab, kami temukan tulisan tangan di amplop sama dan identik, padahal dari TPS berbeda," kata Ali Nurdin dikutip dari Kompas.com.
Hakim kemudian mengizinkan KPU untuk memotret amplop yang lain.