Pilpres 2019
Prabowo: Kita Setingkat Negara Miskin di Benua Afrika, Ada Rwanda, Haiti, Kalian Tidak Tahu Letaknya
Mantan Danjen Kopassus itu melanjutkan, jika dirinya sedih melihat kenyataan itu, karena kesalahan mengurus negara.
Editor:
Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Asep Abdullah Rowi
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menegaskan jika Indonesia saat ini setingkat dengan sejumlah negara miskin di Benua Afrika.
Pernyataan Prabowo yang juga menjadi calon presiden (capres) 02 penantang petahana Joko Widodo (Jokowi) itu disampaikan di hadapan ribuan jamaah Majelis Tafsir Alquran (MTA) di Jalan Ronggowarsito, Kota Solo, Minggu (23/12/2018).
"Kita (Indonesia) setingkat dengan negara miskin di Benua Afrika, ada Rwanda, Haiti dan pulau-pulau kecil Kiribati, yang kita tidak tahu letaknya di mana," ujar Prabowo kepada TribunSolo.com.
Mantan Danjen Kopassus itu melanjutkan, jika dirinya sedih melihat kenyataan itu, karena kesalahan mengurus negara.
"Itu yang buat sedih, kan negara kita keempat terbesar di dunia dan keenam terkaya di dunia," tuturnya meyakinkan jamaah.
Baca: Rombongan Fadli Zon Diprotes Ketua RW Saat Datang ke Pabrik Teh Tjemplung di Karanganyar
Prabowo mengaku, ada banyak hal yang menjadi keprihatinannya, seperti hampir separuh masyarakat Indonesia masih berpenghasilan rata-rata Rp 30 ribu per hari dan kekayaan negara bawa keluar negeri.
"Hal itulah yang artinya membuat bangsa kita masih miskin, padahal sudah 73 tahun merdeka," jelasnya.
Lebih lanjut dia mencontohkan, banyaknya sumber energi yang terkandung di dalam bumi Indonesia, dikuasai asing dan diizinkan di ekspor dalam bentuk mentah.
"Misal alumina, bahan baku aluminium yang digunakan untuk membuat mobil dan sebagainya, diizinkan diekspor," terang dia.
"Pihak-pihak itu memakai orang Indonesia, untuk mengusai kekayaan bumi kita."
Dia menambahkan jika, timnya memiliki banyak data terakait kesalahan mengurus negara, sehingga akan membagikan secara gratis pada masyarakat.
"Saya bawa data dan fakta, saya punya temuan, saya tidak ingin dituduh menghasut," celetuknya.
Maka dia pun meninggalkan data yang sudah disusun dalam bentuk buku berjudul Paradoks Indonesia.
"Khusus majlis (MTA), saya tinggalkan data-datanya, beserta buku 1.000 buah dibagi gratis," paparnya.