100 Koperasi di Semarang Akan Dibubarkan, Ini Alasannya
Adapun ciri-ciri koperasi bermasalah antara lain tidak berbadan hukum, alamatnya tidak jelas dan tak ada papan nama koperasi.
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Sedikitnya 100 koperasi di Kabupaten Semarang tengah menunggu rekomendasi dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk dibubarkan karena bermasalah.
Pada 2014 dan 2015, Dinas Koperasi Usaha Mikro Perindustrian dan Perdagangan (Diskumpp) Kabupaten Semarang telah membubarkan 127 koperasi.
"Tahun 2016 kita usulkan pembubaran 100 koperasi ke Kemkop UKM karena sekarang kewenangan pembubaran koperasi ada di pemerintah pusat, dulu kewenangan bupati. Sampai saat ini belum ada keputusan dari kementerian," kata Kepala Diskumpp Kabupaten Semarang, Moh Natsir, Jumat (3/2/2017).
Menurut Natsir, koperasi sebagai salah satu pilar perekonomian seharusnya dikelola secara profesional. Namun, ada sebagian koperasi yang didirikan hanya untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.
"Kalau tidak orientasi bisnis, ya, jangan dirikan koperasi. Dirikan saja panti asuhan. Kalau memang ada koperasi yang tidak mau diajak profesional, ya terpaksa kita bubarkan," ujarnya.
Adapun ciri-ciri koperasi bermasalah antara lain tidak berbadan hukum, alamatnya tidak jelas dan tak ada papan nama koperasi.
Dengan adanya kebijakan pembubaran koperasi, Natsir menilai bahwa hal itu memotivasi koperasi yang pasif menjadi lebih aktif. Pengelola koperasi minta tidak dibubarkan.
Ia mengatakan, saat ini ada 454 koperasi di Kabupaten Semarang. Dari jumlah itu, yang aktif hanya 274 koperasi, sedangkan 180 koperasi tidak aktif.
"Koperasi yang tidak aktif ini masih melakukan kegiatan, tapi tidak melaporkan hasil rapat anggota tahunan (RAT) atau tidak mengundang kita untuk menghadiri RAT," jelasnya.
Menurut Nasir, sebagian besar koperasi di Kabupaten Semarang usahanya bergerak dalam bidang simpan pinjam. Koperasi jenis ini tidak prospektif karena kalah bersaing dengan perbankan yang saat ini banyak menawarkan pinjaman dengan bunga rendah.
"Secara modal, fasilitas, koperasi jelas kalah. Koperasi seperti ini bisa (potensial) jadi bank titil (rentenir). Apakah koperasi seperti ini namanya sakaguru? Tentu tidak, maka kami bubarkan saja," kata dia.
Ia menyarankan agar koperasi-koperasi yang pasif untuk melakukan kegiatan usaha di sektor riil, misalnya membuka usaha katering untuk melayani perusahaan-perusahaan, pengembangan perumahan, angkutan barang dan toko modern.
Jika perlu, koperasi dapat membuat pabrik atau hotel karena di Kabupaten Semarang ada 199 pabrik besar, 28 SPBU, dan banyak hotel.
Ia menambahkan, keberhasilan koperasi di daerah tidak dilihat dari kuantitasnya, tetapi kualitasnya. Artinya, koperasi harus punya usaha yang riil dan dikelola secara profesional.
"Koperasi itu tidak harus banyak (jumlahnya), yang penting profesional dan berkualitas," ujar Natsir.