Gara-gara Data Profil 500.000 Penggunanya bocor, Google Putuskan Tutup Google+
"Pengguna memiliki hak untuk diberitahu jika informasinya dapat dikompromikan," kata Jacob Lehmann
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Google Alphabet Inc akan menutup versi konsumen jejaring sosial Google+ yang gagal dan memperketat kebijakan berbagi data, setelah pada hari Senin mereka mengumumkan data profil pribadi dari sekitar 500.000 pengguna mungkin telah dicomot ratusan pengembang eksternal.
Masalah ini ini sebetulnya ditemukan pada bulan Maret dan dan diatasi, sebagai bagian review tentang bagaimana Google berbagi data dengan aplikasi lain.
Google mengakui hal itu dalam sebuah postingan blog, seraya menekankan bahwa tidak ada pengembang eskternal yang telah mengeksploitasi kerentanan atau adanya data yang disalahgunakan.
Setelah pengumuman itu, saham induk Google, Alphabet, langsung ditutup anjlok 1% ke US$ 1155,92 per saham.
Seperti dikutip Reuters, The Wall Street Journal sebelumnya melaporkan bahwa Google memilih tidak mengungkapkan masalah keamanan karena kekhawatiran terhadap regulasi, mengutip sumber tanpa nama dan memo yang disiapkan oleh staf hukum dan kebijakan Google untuk eksekutif senior.
Baca: Petugas Gunakan Anak Ayam untuk Pancing Buaya yang Terlihat di Kali Anak Ciliwung Agar Keluar
Google khawatir pengungkapan masalah ini akan mengundang perbandingan dengan kebocoran informasi pengguna Facebook Inc ke perusahaan data Cambridge Analytica, tulis Wall Street Journal. Chief Executive Sundar Pichai telah diberitahu tentang masalah ini. Google menolak berkomentar di luar posting blognya.
Google beralasan, tidak satu pun ambang batas yang diperlukan untuk mengungkapkan kebocoran terpenuhi setelah mereka meninjau jenis data yang bocor, baik untuk mengidentifikasi pengguna yang datanya tercomot, menetapkan bukti penyalahgunaan, apakah ada tindakan yang dilakukan pengembang eksternal, atau apakah pengguna perlu mengambil tindakan melindungi diri.
Pakar keamanan dan privasi dan analis keuangan mempertanyakan keputusan tersebut.
"Pengguna memiliki hak untuk diberitahu jika informasinya dapat dikompromikan," kata Jacob Lehmann, direktur pelaksana di perusahaan hukum Friedman CyZen.
"Ini adalah hasil langsung dari pengawasan yang ditangani Facebook terkait dengan skandal Cambridge Analytica."
Google+ diluncurkan pada tahun 2011 saat raksasa periklanan ini semakin peduli bersaing dengan Facebook, yang dapat menunjukkan iklan kepada pengguna berdasarkan data yang telah mereka bagikan tentang teman, suka, dan aktivitas online mereka.
Google+ menyalin Facebook dengan pembaruan status dan umpan berita yang memungkinkan orang mengatur grup teman mereka sendiri ke dalam apa yang disebut "lingkaran."
Tetapi Google+ dan eksperimen perusahaan media sosial lain masih harus berjuang memenangkan hati pengguna karena fitur mereka rumit.
Facebook memperkenalkan fitur yang memungkinkan pengguna menghubungkan akun mereka dengan profil mereka di kencan, musik, dan aplikasi lainnya. Google membuntutinya dengan membiarkan pengembang luar mengakses beberapa data Google+ dengan izin pengguna.
Nah, bug itu terungkap pada hari Senin, dalam sebuah pembaruan perangkat lunak, yang memaparkan data pribadi termasuk nama, alamat email, pekerjaan, jenis kelamin dan usia, kata Google.