Tarif Masuk ke Pulau Komodo Naik, Pekerja Wisata dan Masyarakat di Labuan Bajo Mogok Sebulan
Belasan pekerja wisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, ditangkap polisi saat mereka sedang melakukan sosialisasi pemogokan…
Para pekerja wisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, memutuskan mogok kerja selama satu bulan setelah tarif masuk Pulau Komodo naik menjadi Rp3,75 juta mulai 1 Agustus. Belasan pekerja wisata di Labuan Bajo juga sempat ditangkap polisi saat mereka sedang melakukan sosialisasi pemogokan.
Pemerintah daerah mengatakan, kenaikan tarif perlu dilakukan untuk menjaga habitat hewan yang nyaris punah itu.
Tarif masuk Pulau Komodo dan pulau lain di kawasan Taman Nasional yang dihuni komodo tersebut sebelumnya adalah Rp75 ribu bagi wisatawan domestik dan Rp150 ribu bagi wisatawan asing.
Dino Parera salah seorang aktivis dari Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (FORMAPP-MABAR) mengatakan kesepakatan untuk melakukan mogok kerja tersebut dilakukan oleh puluhan asosiasi pariwisata yang ada di sana.
Labuan Bajo adalah kota tepi pantai Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur yang biasa menjadi pintu masuk ke Pulau Komodo dan pulau-pulau lainnya.
Kepada ABC Indonesia, Dino menceritakan bagaimana belasan pegiat wisata ditahan polisi hari Senin ketika mereka sedang mensosialisasikan kegiatan mogok sembari membersihkan sampah di sekitar kota Labuan Bajo.
"Ketika mereka berada di dekat bandara, tiba-tiba petugas keamanan mendatangi dan menangkap mereka, dengan melakukan tindakan fisik," kata Dino.
Sampai hari Rabu (03/08) siang, menurut keterangan yang diperoleh ABC Indonesia, sebagian dari mereka yang sempat ditahan sudah dibebaskan setelah bersedia menandatangani kesepakatan dengan polisi untuk tidak melakukan mogok.
ABC Indonesia belum berhasil mendapatkan keterangan langsung dari Pemda NTT maupun polisi di Labuan Bajo.
Kehilangan mata pencaharian
Kenaikan tarif bagi wisatawan untuk mengunjungi Pulau Komodo tersebut menurut Leo Embo, salah seorang pemandu wisata lokal telah mengkhawatirkan mereka yang menggantungkan hidup dari sektor pariwisata di sana.
"Kami memutuskan untuk melakukan mogok, meskipun jika kami akhirnya rugi. Ini sebenarnya seperti bunuh diri," kata Leo Embo.
Menurut Dino Parera, kesepakatan untuk melakukan pemogokan telah ditandatangani oleh belasan asosiasi pelaku wisata dan juga LSM yang ada di Labuan Bajo.
Menurutnya ada beberapa alasan mengapa para pelaku wisata di sana sepakat untuk melakukan protes terkait kenaikan tarif asuk ke Taman Nasional Komodo.
"Tarif baru ini menerapkan pembayaran satu pintu sehingga banyak teman nantinya akan kehilangan kesempatan untuk menjual paket wisata.
"Jadi hanya boleh lewat satu aplikasi yang diluncurkan perusahaan yang dipercaya mengelola Taman Nasional Komodo ke depannya," katanya.
Selain itu, Dino mengatakan alasan pemerintah Nusa Tenggara Timur mengenai perlunya konservasi terhadap Taman Nasional Komodo dirasakan tidak masuk akal.
"Juga penerapannya tidak konsisten. Yang masuk dalam tarif baru adalah tempat-tempat kunjungan utama seperti Pulau Komodo, Pulau Padar dan tempat-tempat utama lain yang bagus untuk lokasi foto, sementara untuk Pulau Rinca tidak."
Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, mengatakan kepada media lokal bahwa tarif dinaikkan untuk menjaga keberlangsungan habitat komodo.
Ia mengatakan, binatang tersebut menjadi bisa menjadi jinak karena terus diberi makanan.
Sementara itu, menurut Dino, jika banyak warga yang kehilangan mata pencaharian dari sektor pariwisata, dampaknya akan mengakibatkan ancaman pada konservasi laut seperti di masa lalu saat mereka masih berprofesi sebagai pelaut.
"Dalam melakukan kegiatan, mereka memberi banyak tekanan ke laut dan itu membahayakan konservasi laut,' katanya kepada Sastra Wijaya dari ABC Indonesia.
"Harus dipahami konservasi laut dan konservasi darat harus menjadi satu kesatuan. Kerusakan salah satunya bisa mengganggu yang lain."
Penduduk yang dulunya bermata pencaharian melaut, kemudian beralih profesi dan melirik sektor pariwisata setelah dicanangkannya program mata pencaharian alternatif.
"Sampai sekarang 96 persen warga di sini bergantung pada pariwisata. Orang jadi makmur sejahtera, konservasi aman, dan laut jadi tidak dalam tekanan.
Doni juga menurutkan, penerapan tarif yang baru akan sangat sangat membatasi pengunjung yang ingin masuk ke dalam taman nasional .
"Kalau itu terjadi, [pengunjung akan makin sedikit] dan warga tidak punya pilihan lain selain kembali menjadi nelayan."
Gubernur Viktor Laiskodat mengatakan kenaikan tarif tersebut akan tetap diterapkan meski diterpa pemogokan sebagian besar warga.
"Kami mengakui bahwa kami tidak memberikan penjelasan memadai mengenai kenaikan tarif sebelumnya.
"Kami akan memberitahu masyarakat sambil juga memantau dan mengevaluasi keadaan," katanya kepada wartawan hari Senin.
Kerugian hampir Rp1 triliun
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maluna Yusran mengatakan dampak dari kenaikan tarif itu akan mulai dirasakan dalam beberapa hari mendatang.
"Apa yang akan terjadi dengan para pengunjung yang sedang dalam perjalanan dan kemudian mereka tidak bisa membatalkan perjalanan mereka?" kata Yusran kepada Tempo.
Menurut Asosiasi Biro Perjalanan dan Penyedia Tour Indonesia, ribuan turis domestik dan internasional sudah membatalkan rencana kunjungan mereka ke pulau tersebut setelah munculnya berita mengenai kenaikan tarif sejak beberapa bulan lalu.
"Reaksi publik adalah menolak kenaikan tarif yang juga akan berdampak pada jumlah kedatangan turis," kata Ignasius Suradin, Presiden Asosiasi kepada kantor berita Antara.
Suradin memperkirakan, kerugian karena pembatalan tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp1 triliun.
Jumlah turis yang mendatangi Taman Nasional Komodo yang masuk dalam Situs Peninggalan Dunia UNESCO tersebut berjumlah sekitar 222 ribu orang di tahun 2019.
Ketika pandemi datang, jumlah turis turun tajam menjadi hanya tinggal seperempatnya, sehingga mempengaruhi banyak bisnis yang sebelumnya mengandalkan pendapatan dari para wisatawan.
"Kami baru mulai bangkit lagi pelan-pelan. Kalau orang-orang membatalkan rencana mereka, kami akan terpuruk lagi," kata Matheus Siagian seorang pemilik hotel dan restoran di Labuan Bajo kepada AFP.
"Biarkan kami sekarang pulih dulu."