Rupiah Nyaris Sundul Rp 16.000 Per USD, Menko Airlangga: Ikuti Mekanisme Pasar Dulu
Pemerintah nampaknya belum ambil sikap untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang jeblok.
Editor:
Choirul Arifin
Laporan Reporter Yusuf Imam Santoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah per hari ini, Kamis (19/3/2020) hampir menyentuh Rp 16.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Meski demikian, pemerintah nampaknya belum ambil sikap untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang jeblok.
“Ya ini kan semua ikuti mekanisme pasar dulu, kita lihat saja. Itukan Bank Indonesia (BI). Inikan juga terjadi di berbagai negara,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto di Kantornya, Kamis (19/3/2020).
Di sisi lain, Menko Airlangga juga tidak mengungkapkan bagaimana upaya yang seharusnya pemerintah lakukan untuk menekan impor dan meningkatkan produktivitas dalam negeri.
Yang pasti, impor bahan baku akan menggeliat, seperti rencana impor Gula yang mencapai 438.802 ton untuk memenuhi supply dalam negeri hingga Juni 2020.
Airlangga juga belum menyebut bakal ada kebijakan fiskal yang dapat menyokong kebijakan moneter saat ini.
Baca: Update Nilai Tukar Rupiah per Kamis 19 Maret 2020 Sore: Melemah hingga Rp 15.712 per Dollar AS
Sementara itu, BI hari ini sudah memangkas suku bunga acuannya sebanyak 25 basis points (bps) dari 4,75% menjadi 4,5%.
Kamis hari ini (19/3/2020) kurs rupiah pasar spot ditutup ke level Rp 15.913 per dollar AS atau turun 4,53%. Ini semakin dekat dengan posisi rupiah saat krisis moneter tahun 1998 silam.
Baca: Utang Luar Negeri Pemerintah Melonjak di Januari 2020, Didominasi Surat Utang
Kala itu, rupiah ada di level Rp 16.650 per dolar AS. Namun, sehari berikutnya, tepatnya pada 18 Juni 1998, rupiah bangkit dan berada di level Rp 14.500 per dolar AS. menembus level terendah sejak 17 Juni 1998 silam.
Pelemahan rupiah terjadi setelah lonjakan kematian akibat virus corona terjadi.
Bahkan di antara negara Asia Tenggara, tingkat kematian akibat virus corona di Indonesia adalah yang tertinggi.
"Pergerakan mata uang di negara yang memiliki risiko penularan virus corona meningkat seperti Indonesia, mungkin masih melihat pergerakan mata uangnya volatile untuk sementara," kara Yanxi Tan, ahli strategi Valasi di Malayan Banking Bhd.