IHSG Capai Rekor Tertinggi Sepanjang Masa, Berikut Pendorongnya
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (7/2/2022) kemarin menjadi catatan tersendiri bagi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (7/2/2022) kemarin menjadi catatan tersendiri bagi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pasalnya IHSG kemarin kembali menembus rekor tertinggi sepanjang masa.
IHSG pada Senin kemarin menguat 1,09% atau 73,55 poin ke 6.804,94
Ini menjadi rekor kedua yang terpecahkan, pada 21 Januari IHSG naik 1,50% atau 99,50 poin ke 6.726,34 memecahkan rekor tahun sebelumnya pada 23 November 202, yang menyentuh level 6.723,39.
Baca juga: IHSG Diprediksi Menguat Meski Kasus Omicron Mengalami Kenaikan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat di awal pekan ini. Senin (7/2), IHSG menguat 1,09% atau 73,55 poin ke 6.804,94 hingga akhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ini adalah rekor penutupan perdagangan tertinggi IHSG sepanjang masa.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandu Dewanto melihat bahwa penguatan IHSG ini didukung beberapa faktor fundamental.
Pertumbuhan ekonomi kuartal keempat yang mencapai 5,02% yoy, lebih baik dibanding ekspektasi konsensus 4,9%. Angka itu juga lebih baik dari kuartal sebelumnya sebesar 3,51%.
Baca juga: IHSG Sesi I Melemah 0,18 Persen ke 6.588, Investor Asing Lego Saham Bank
"Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mulai berjalan lebih cepat," kata Pandu kepada Kontan.co.id, Senin (7/2/2022).
Sentimen lainnya juga didukung dari hasil laporan keuangan 2021 beberapa emiten big caps lebih kuat dibanding ekspektasi, seperti BBCA, BMRI, BBNI, dan BBRI.
Menurut Pandu, hasil ini mendorong kepercayaan investor terutama asing kembali masuk ke sektor perbankan yang menjadi tulang punggung IHSG.
Baca juga: IHSG Dibuka Langsung Melonjak 0,29 Persen, 3 Bank BUMN Jadi Incaran Investor Asing
Jika melihat sektor lain, Pandu menilai katalis positif masih mendominasi. Seperti sektor komoditas dengan tingginya harga komoditas saat ini.
Beberapa kebijakan pemerintah juga tampaknya berjalan dengan baik seperti di sektor properti dengan tingkat suku bunga rendah dan insentif PPN terbukti mampu membawa para emiten properti mencatatkan marketing sales melebihi target manajemen.
"Kebijakan gas subsidi dan DMO batubara juga diberlakukan untuk melindungi sektor industri dasar seperti baja, semen, dan pupuk," paparnya.
Tercatat net buy kemarin termasuk agresif sudah mencapai hampir Rp 2 triliun, dibanding sepanjang minggu lalu tercatat sekitar Rp 1,4 triliun.
Baca juga: IHSG Melesat 1,15 Persen ke Level 6.707, Investor Asing Borong BCA, ARTO dan BNI
Dia menilai capital inflow yang semakin kuat ini menjadi pendorong IHSG mampu menembus level All Time High, setelah 3 bulan terakhir konsolidasi di kisaran 6.500-6.750.
"Semua faktor tersebut saya lihat masih berlanjut tahun ini, sehingga diperkirakan masih akan membawa IHSG melanjutkan penguatan dengan target terdekat sekitar level 7.000 dan target 7.400 untuk 12 bulan ke depan.
Hanya saja, beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk tahun ini terutama mulai dikuranginya stimulus dan potensi kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.
Meski begitu, ia menilai pasar seharusnya sudah lebih siap karena tampak dari pertumbuhan PDB dan inflasi masih dalam arah yang positif dan terkendali.
Selain itu posisi cadangan devisa Indonesia saat ini sekitar US$ 145 miliar, masih di sekitar level tertinggi sepanjang sejarah menjadi amunisi yang sangat penting dalam menghadapi kemungkinan capital outflow ketika suku bunga mulai naik nantinya.
Berdasarkan hal tersebut, Pandu mengatakan bahwa investor saat ini masih dapat melakukan investasi dengan tenang dan menantikan apresiasi harga lebih lanjut. Sebab, secara fundamental masih dalam arah positif, secara valuasi juga rata-rata belum terlalu mahal.
Contohnya, BBRI saat ini masih diperdagangkan pada PBV sekitar 2,26x, kisaran pergerakan normal sekitar 2x-3x sehingga masih bisa naik hingga ke level wajarnya sekitar Rp 5.000 yang mencerminkan PBV sekitar 2.5x.
Lalu, SMGR juga masih diperdagangkan dalam level yang cukup rendah pada PBV 1.1x, dengan PBV rata-rata 5 tahun terakhir sekitar 1.9x. Sehingga, ada potensi mencapai level wajarnya di sekitar Rp 12.500. (Sugeng Adji Soenarso)