Konflik Rusia Vs Ukraina
Tak Ikut Jatuhkan Sanksi untuk Rusia, Muncul Seruan Boikot McDonald's dan Coca-Cola
McDonald's dan Coca-Cola telah dikritik di media sosial karena tidak ikut bergabung dengan perusahaan besar lainnya yang memberikan sanksi
Penulis:
Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor:
Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – McDonald's dan Coca-Cola telah dikritik di media sosial karena tidak ikut bergabung dengan perusahaan besar lainnya yang memberikan sanksi kepada Rusia atas invasi ke Ukraina dan layanannya tetap beroperasi di Rusia.
Dikutip dari situs BBC, Selasa (8/3/2022) tagar #BoycottMcDonalds dan #BoycottCocaCola masing-masing menjadi trending di Twitter pada hari Senin dan akhir pekan lalu.
Investor Dragon's Den, Deborah Meaden juga berbicara di media sosial menentang perusahaan minuman bersoda itu dan mendesak untuk berhenti minum Coca-Cola.
Baca juga: Pembicaraan Ketiga Ukraina dan Rusia Berakhir, Gagal Tak Sesuai Harapan Moskow dan Kyiv
Kritik itu muncul di tengah seruan agar perusahaan barat terkenal lainnya seperti KFC, Pepsi dan Starbucks serta Burger King untuk menutup gerai mereka dan menghentikan penjualan di Rusia.
Namun, sebagian besar perusahaan tetap diam tentang masalah ini. KFC, Pepsi, Starbucks dan Burger King juga menolak untuk menanggapi permintaan komentar dari BBC.
Dalam informasi yang baru-baru ini diterbitkan di situs webnya, McDonald's mengungkapkan bahwa mereka memiliki 847 toko di Rusia.
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-13, Ini Hal yang Terjadi
McDonald’s juga memiliki sebagian besar gerai ini, sedangkan di seluruh dunia sebagian besar biasanya dioperasikan oleh pemegang waralaba.
Thomas DiNapoli, pengawas dana pensiun umum di negara bagian New York, menulis surat kepada perusahaan, menurut laporan Reuters, mendesak mereka untuk meninjau bisnis mereka di Rusia karena mereka menghadapi "hukum, kepatuhan, operasional, hak asasi manusia dan risiko reputasi".
Pemilik waralaba dapat mengambil keputusan apakah akan menutup gerai nya atau tidak, tergantung pada persyaratan perjanjian yang mungkin mereka miliki dengan rantai makanan besar seperti KFC atau Starbucks.
Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Kevin Johnson, bos Starbucks, menggambarkan serangan di Ukraina sebagai sesuatu yang "tidak beralasan" dan "tidak adil".