Kamis, 11 September 2025

Larangan Ekspor CPO

Pemerintah Larang Ekspor CPO Malam Ini Hingga Harga Minyak Goreng Curah Rp 14 Ribu Per Liter

Pelarangan ekspor CPO dan turunannya dalam rangka penyediaaan minyak goreng curah dengan harga Rp 14 ribu per liter

Editor: Sanusi
Istimewa
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah kembali menegaskan pelaksanaan larangan ekspor minyak kepala sawit (crude palm oil/CPO) dan turunannya tetap berlangsung pada malam nanti pukul 00.00 WIB, Kamis (28/4/2022).

"Pelarangan ekspor CPO dan turunannya dalam rangka penyediaaan minyak goreng curah dengan harga Rp 14 ribu per liter yang merata di seluruh Indonesia," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto secara virtual, Rabu (27/4/2022).

Baca juga: Belajar Dari CPO dan Migor, Pasal-pasal UU Perkebunan dalam RUU Cipta Kerja Harus Dievaluasi

Menurutnya, keputusan tersebut diambil dengan memperhatikan pandangan maupun tanggapan dari masyarakat, sehingga kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya didetailkan.

"Ini berlaku untuk semua produk, baik CPO, RPO (red palm oil), RBD palm olein, POME (palm oil mill effluent), used coking oil. Seluruhnya sudah tercakup dalam peraturan Menteri Perdagangan dan akan diberlakukan malam hari ini pukul 00.00 hingga minyak goreng curah seharga Rp 14 ribu per liter," kata Airlangga.

"Kebijakan ini memastikan produk CPO dapat dedikasikan untuk ketersediaan minyak goreng curah dan harganya Rp 14 ribu per liter, terutama di pasar tradisional dan untuk kepubuhan UMK," sambung Airlangga.

Bahan Baku

Kemarin, pemerintah melarang ekspor Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein. RBD Palm Olein sendiri merupakan bahan baku minyak goreng.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, instruksi larangan ekspor bahan baku tersebut demi mengamankan pasokan minyak goreng di dalam negeri kembali melimpah dan harganya murah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada acara Penanaman Perdana Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan Temu Pekebun Sawit dengan tema Lestari Alamnya Sejahtera Petaninya yang dilaksanakan di Desa Kencana Mulia, Kecamatan Rambang Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Jumat (4/3/2022).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto  (Doc. Golkar)

Airlangga mengungkapkan, saat ini harga minyak goreng curah masih belum terkendali dan berada di atas Rp 14 ribu per liter.

"Instruksi presiden ini untuk melakukan percepatan upaya realisasi minyak goreng curah seharga Rp14 ribu per liter, terutama di pasar-pasar tradisional," ucap Airlangga dalam konferensi pers, Selasa (26/4/2022).

"Masih ada di beberapa tempat harga minyak goreng curah diatas Rp 14 ribu per liter," sambungnya.

Airlangga dalam kesempatan tersebut juga merinci kebijakan larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng.

Jenis bahan baku minyak goreng yang dilarang ekspor ini adalah Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Oil atau RBD Olein bahan baku minyak goreng dengan tiga kode HS.

Menko Airlangga juga mengatakan, aturan atau kepastian larangan ekspor ini akan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

"Per hari ini Permendag akan diterbitkan, demikian pula Bea Cukai akan memonitor agar tidak terjadi penyimpangan," papar Menko.

"Kemudian pengawasan bea cukai akan dilakukan bersama Satgas Pangan dan setiap pelanggaran ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan," pungkasnya.

Picu Perang Dagang hingga Dinilai Untungkan Malaysia

Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya (CPO) per 28 April 2022 menuai kritik dari sejumlah pakar ekonomi. 

Satu di antaranya Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky.

Ia menilai larangan ekspor tidak efetif untuk jangka panjang.

Pemerintah diminta untuk lebih memperhatikan efek eksternal dari kebijakan larangan tersebut. 

Menurutnya, larangan ekspor justru akan memicu perang dagang. 

Sebab, negara yang bergantung dengan impor minyak goreng dari Indonesia bisa melakukan pembalasan. 

"Kemungkinan terbesar bisa menjadi episode kedua dari perang dagang,"

"Di mana negara-negara yang tergantung impor kelapa sawitnya dari Indonesia bisa melakukan trade retalitation atau pembalasan," kata Teuku, dikutip dari kanal YouTube KompasTV, Selasa (26/4/2022).

Dinilai Untungkan Negara Malaysia

Direktur of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, adanya kebijakan ini justru akan menguntungkan negara Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia. 

Jika ekspor minyak goreng dilarang, menurutnya juga akan menguntungkan negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif seperti soybean oil atau sunflower oil. 

Ia menilai, pemerintah seharusnya menghentikan kebijakan tersebut. 

Sebab, dinilai tidak akan menyelesaikan masalah minyak goreng saat ini. 

Justru adanya pelarangan ini kata Bhima hanya akan mendatangkan protes bagi calon pembeli di luar negeri. 

Hal tersebut menurutnya mengulang kesalahan seperti pada komoditas batubara pada Januari 2022 lalu. 

Di mana, pemerintah juga melarang seluruh perusahaan batubara untuk ekspor. 

Sebab, adanya kekhawatiran terhadap rendahnya pasokan untuk pembangkit listrik domestik. 

"Sebenarnya kalau hanya pemenuhan kebutuhan dalam negeri, tidak perlu stop ekspor. Ini kebijakan yang mengulang kesalahan stop ekspor mendadak pada komoditas batubara pada januari 2022 lalu."

"Apakah masalah selesai? Kan tidak justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan," kata Bhima, dikutip dari Kompas.com, Selasa (26/4/2022).

Bhima mengatakan, justru yang harus dilakukan pemerintah yakni cukup mengembalikan kebijakan domestic market Obligation (DMO) CPO 20 persen.

"Kemarin saat ada DMO kan isunya soal kepatuhan produsen yang berakibat pada skandal gratifikasi, pasokan 20 persen dari total ekspor CPO untuk kebutuhan minyak goreng lebih dari cukup," kata Bhima.

Kehilangan Sejumlah Devisa Negara.

Lebih lanjut, Bhima menjelaskan dampak yang akan ditanggung pemerintah jika kebijakan ini ditetapkan. 

Imbas tersebut di antaranya akan kehilangan sejumlah devisa negara.

Yakni bisa mencapai 3 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 43 triliun dihitung dari kurs Rp 14.436 per dollar AS.

Perhitungan itu melihat perhitungan dari jumlah ekspor bulan Maret 2022. 

"Jadi estimasinya bulan Mei apabila asumsinya pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh, (pemerintah) kehilangan devisa sebesar 3 miliar dollar AS. Angka itu setara 12 persen total ekspor nonmigas," jelas Bhima.

Tidak Berikan Dampak Signifikan

Pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menyebut, kebijakan larangan ekspor minyak goreng tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian di Indonesia.

"Menurut saya keputusan itu secara ekonomi tidak terlalu bermanfaat ya,"

"Akan tetapi mungkin secara politik bermanfaat karena meredakan protes dan keresahan sosial lainnya," kata Eddy, dilansir Kompas.com, Minggu (24/4/2022).

Menurutnya, keputusan larangan eskpor tidak serta merta dapat mengatasi kelangkaan minyak goreng yang terjadi.

Sebab, tingkat konsumsi minyak goreng di Indonesia masih di bawah total produksi minyak yang dihasilkan.

Dalam arti lain, secara produksi, jumlah tersebut masih mencukupi kebutuhan masyarat terhadap minyak goreng.

Pelarangan ekspor minyak goreng yang bertujuan untuk mengatasi kelangkaan itu tidak membuat harga minyak goreng menjadi turun.

"Kalau (harga minyak goreng) yang non-curah itu harganya mengikuti pasar dan tidak diatur pemerintah," jelasnya.

 Justru menurutnya, akan menghilangkan pendapatan Indonesia lantaran turunnya kinerja ekspor minyak sawit di Indonesia.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan