Badai PHK Mulai Bermunculan, Ini Data Kementerian Ketenagakerjaan dan Sri Mulyani Lakukan Monitoring
Pekerja terkena PHK dalam sembilan bulan pada tahun ini, atau hingga September 2022 mencapai 10.765 orang.
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai terjadi di berbagai negara imbas perlambatan ekonomi global, usai meletusnya perang Rusia versus Ukraina.
Terbaru, perusahaan induk Facebook, Meta Platforms Inc, mengumumkan PHK massal terhadap 13 persen dari total karyawannya atau sekitar 11 ribu pegawai, pada Rabu (9/11/2022).
Kemudian, bank investasi global Citigroup dan Barclays memangkas tenaga kerjanya pekan ini karena mengalami penurunan tajam dari sisi pendapatan dan menghadapi prospek yang meredup tahun depan.
Baca juga: PHK 11 Ribu Karyawan Meta, Mark Zuckerberg Ungkap Alasannya
Lantas bagaimana dengan perusahaan yang beroperasi di Indonesia?
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat jumlah pekerja terkena PHK dalam sembilan bulan pada tahun ini, atau hingga September 2022 mencapai 10.765 orang.
Namun, angka tersebut dinilai Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, terutama awal pandemi Covid-19.
"Kalau kita lihat kasus pemutusan hubungan kerja 2019 sampai dengan September 2022, PHK cukup tinggi terjadi pada tahun 2020 ketika kita mengalami pandemi Covid-19. Ini data per September yang diinput sejumlah 10.765 (kasus PHK)," ucap Ida dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).
Ia menjelaskan, jumlah PHK pada 2019 sebanyak 18.911 kasus dan melonjak menjadi 386.877 kasus pada 2020. Lalu, menurun menjadi 127.085 kasus PHK pada 2021.
Angkanya kembali turun menjadi 10.765 kasus per September 2022.
Minta Aturan No Work No Pay
Pengusaha meminta Kemenaker membuat peraturan terkait jam kerja yang fleksibel, sebagai upaya mencegah adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal tersebut dinilai pengusaha sangat perlu dilakukan agar perusahaan dapat menerapkan "no work no pay" (tidak bekerja tidak dibayar).
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto mengatakan, dengan aturan no work no pay, maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu.
"Saat ini undang-undang kita menyatakan 40 jam seminggu. Untuk mengurangi jumlah PHK agar fleksibilitas itu ada, dengan asas no work no pay, pada saat tidak bekerja," kata Anne di Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, dan Kemnaker Selasa (8/11/2022).
Baca juga: PHK Massal Hantui Industri Tekstil, Ini Yang Dikatakan Pemerintah
Hal senada juga disampaikan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Anton J Supit mengungkapkan, pemerintah bisa mempertimbangkan aturan yang menerapkan prinsip no work no pay.
Menurut dia, jika hal itu tidak diterapkan maka penurunan permintaan tidak mengimbangi biaya operasional perusahaan, termasuk pembayaran upah tenaga kerja.
"Kalau tidak ada (aturan itu) jika order kita turun 30-50 persen, untuk 1-2 bulan bisa ditahan, tapi kalau sudah beberapa bulan, bahkan sampai setahun, saya kira pilihannya memang harus PHK," ujar Anton.
Wakil Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengatakan, untuk aturan terkait no work no pay, merupakan ranah Kemnaker.
Ia juga mengimbau agar pengusaha bisa berkomunikasi langsung dengan Kemnaker terkait usulan tersebut.
"(Usulan pengusaha) bukan domain-nya DPR. Tapi, nanti bisa dikomunikasikan, dan hasilnya tergantung dari komunikasi (Kemnaker-Pengusaha)," ujar Nihayatul.
PHK di Industri Tekstil
Kemenaker mengaku mendapat informasi terkait rencana PHK dengan jumlah besar di industri berbasis ekspor, seperti tekstil.
“Kami telah menerima beberapa informasi terkait jumlah PHK, khususnya di sektor industri padat karya orientasi ekspor seperti garmen, tekstil, dan alas kaki,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker, Indah Anggoro Putri yang ditulis Kamis (3/11/2022).
Putri mengatakan, pihaknya telah melakukan berkoordinasi dengan lintas kementerian maupun Lembaga, Dinas-dinas Ketenagakerjaan, serta mitra terkait guna memantau perkembangan isu PHK di Indonesia.
Dari hasil koordinasi, didapati telah terjadi PHK di beberapa sektor, walaupun semua pihak telah berupaya untuk menghindari PHK dan mengupayakan PHK sebagai upaya terakhir dari suatu permasalahan hubungan industrial.
Baca juga: Menaker Sentil Pengusaha, Jangan Manfaatkan Isu Resesi untuk PHK Karyawan
“Informasi dan data ini masih harus kami cross check dengan data dari Kementerian/Lembaga lainnya, termasuk Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, dan Dinas Tenaga Kerja di setiap provinsi dan kab/kota,” katanya.
Putri menjelaskan, sejumlah penyebab terjadinya PHK beberapa waktu ini di antaranya adalah dampak pandemi Covid-19 yang masih dirasakan, transformasi bisnis di era digitalisasi, hingga geopolitik global yang berdampak pada melemahnya daya beli di sejumlah negara tujuan ekspor produk Indonesia.
Selanjutnya, guna mencegah semakin banyak jumlah PHK dan perselisihan hubungan industrial, pihak akan terus melakukan upaya-upaya di antaranya mendorong dialog bipartit.
Kemenaker akan melakukan komunikasi antara manajemen/pelaku bisnis dan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB), utamanya pada sektor industri padat karya berorientasi ekspor dan industri berbasis platform digital.
“Dialog ini bertujuan untuk mencari titik temu atas kendala di tingkat perusahaan yang akan berdampak pada PHK dan perselisihan hubungan industrial. Semangat musyawarah mufakat kami yakin dapat mengatasi kendala/tantangan di setiap perusahaan, dan untuk itu Kemnaker beserta Dinas-Dinas Tenaga Kerja di seluruh Indonesia siap mendampingi pencapaian mufakat tersebut,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga mendorong Mediator Hubungan Industrial yang ada di Kemnaker maupun di seluruh daerah agar terus melakukan pendampingan kepada pengusaha dan pekerja, untuk mendiskusikan opsi-opsi pencegahan PHK, serta berkoordinasi dengan para Pengawas Ketenagakerjaan terkait upaya pencegahan tersebut.
“Kami juga berharap kiranya Dinas-Dinas Tenaga Kerja dapat terus memantau kondisi ketenagakerjaan di daerah masing-masing daerah dan melaporkannya kepada Kemnaker,” katanya.
Kabar Bohong
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan isu adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan pekerja di industri tekstil dan otomotif tidak benar atau bohong.
Menurutnya isu tersebut merupakan akal-akalan pengusaha yang ia sebut 'pengusaha hitam' agar pemerintah tidak menaikan upah minimum, baik itu UMP/UMK.
Baca juga: Startup Diterpa Gelombang PHK, Ekonomi Digital Diprediksi Terus Tumbuh
"Saya mengatakan terhadap isu 45 ribu telah terjadi PHK di tekstil tidak benar. Dan isu tentang isu PHK di otomotif bohong," kata Said Iqbal pada konferensi pers secara virtual pada Rabu (2/11/2022).
Presiden Partai Buruh itu mengatakan sudah 3 tahun buruh tidak naik upah karena krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Alasan lainnya agar para pengusaha mempunyai peluang mengganti karyawan mereka dengan karyawan outsourcing ketimbang mengangkat karyawan tetap.
Sebab dalam omnibus law, yang ditolak buruh, menurut Said Iqbal memperbolehkan pengusaha 100 persen merekrut tenaga outsourcing.
"Sekarang mereka (buruh) yang usianya diatas 40 tahun ditawarkan paket (pensiun dini), dengan alasan resesi. Nanti sebulan kemudian itu direkrut karyawan outsourcing, gaji dibawah upah minimum, tidak ada tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan ala kadarnya. Motifnya jahat sekali," kata Said Iqbal.
Said Iqbal juga meminta kepada pemerintah untuk berhenti melakukan provokasi dengan menyebut Indonesia akan mengalami resesi.
Ia juga meminta pemerintah menolak semua opsi PHK yang dilakukan para pengusaha.
Monitoring
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku terus memantau terkait adanya kabar gelombang PHK di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Diketahui, PT Fotexco Busana International dikabarkan sebelumnya telah melakukan PHK terhadap sejumlah karyawannya.
Menurutnya, Kementerian Keuangan juga akan berkoordinasi dengan kementerian lainnya seperti Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk melakukan monitoring.
"Kita tadi melihat ya terutama di sektor tekstil, kita menyampaikan bahwa fenomena ini akan terus kita monitoring secara spesifik bersama dengan kementerian/lembaga yang lain," ujar Sri Mulyani dalam konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (4/11/2022).
Hanya saja Sri Mulyani menanggapi, di tengah ramainya isu PKH massal tersebut, kinerja industri tekstil justru mengalami perbaikan.
Sebut saja untuk ekspor produk tekstil seperti pakaian dan aksesori rajutan mengalami kenaikan 19,4 persen secara tahunan alias year on year (YoY) hingga September 2022.
Sementara itu, produk aksesori non rajutan juga mengalami pertumbuhan 37,5 persen YoY, serta produk alas kaki tumbuh 41,1%.
"Jadi dalam hal ini kami melihat bahwa ekspor untuk beberapa produk-produk tekstil rajutan, non rajutan, maupun alas kaki masih cukup tinggi," katanya.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah akan terus mendorong pertumbuhan industri tekstil dengan menggunakan instrumen fiskal. Pasalnya, jika penyebab PHK tersebut dikarenakan ekspor yang menurun, malah berdasarkan data masih cukup baik.
Baca juga: Menkeu Siapkan Bansos Antisipasi Gejolak Ekonomi Sosial karena Gelombang PHK
Namun, dirinya masih akan melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga lain untuk mencari tahu penyebab badai PHK tersebut. Terlebih lagi, adanya fenomena relokasi pabrik memungkinkan menjadi pemicu badai PHK di industri tekstil.
"Ini masih akan kita perhatikan secara detail fenomena dari relokasi posisi manufaktur di Indonesia, terutama dari daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya relatif rendah sehingga ini juga terlihat PHK di satu daerah namun muncul kesempatan kerja di daerah yang lain," tandasnya.