Saat Harga BBM Turun, Pertamina Tak Menurunkan Harga Pertalite dan Solar? Berikut Penjelasan Ahok
Alhasil, Pertamina harus ikut 'nombok' untuk menjaga nilai jual Pertalite tetap Rp 10.000 per liter di tengah kenaikan harga minyak mentah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gonjang-ganjingnya perekonomian dunia berakibat harga minyak dunia juga turut berfluktuasi juga.
Hal ini berakibat harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia juga turut naik turun.
Meski demikian PT Pertamina (Persero)menyatakan tidak akan mudah menaikturunkan harga BBM bersubsidi.
Baca juga: Update Harga BBM di SPBU Pertamina, Shell, BP dan Vivo per Rabu, 19 Juli 2023
Alasannya harga tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah.
BBM subsidi yaitu jenis Pertalite dengan RON 92 masih dijual dengan harga Rp 10.000 per liter alias tidak mengalami kenaikan atau penurunan harga sama halnya dengan biosolar yang dipatok Rp 6.800 seliternya.
Sementara di wilayah DKI Jakarta, harga BBM nonsubsidi Pertamax Rp 12.400, Pertamax Turbo Rp 14.000, Dexlite Rp 13.150 dan Pertamina Dex (Pertadex) dipatok Rp 13.550 per liter.
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, pertimbangan lainnya adalah agar arus kas Pertamina tetap stabil.
Pria yang akrab disapa Ahok tersebut menyebutkan, subsidi yang diberikan pemerintah untuk Pertalite sebesar Rp 1.100 per liter dibayarkan ke Pertamina. Ketika harga minyak mentah naik, besaran subsidi yang dibayarkan pemerintah itu, tidak ikut naik.
"Terus kenapa minyak turun, (tapi Pertalite) gak turun? Karena bandingin swasta. Waktu naik kan kita enggak bisa naikin," ucap Ahok saat ditemui awak media di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Alhasil, Pertamina harus ikut 'nombok' untuk menjaga nilai jual Pertalite tetap Rp 10.000 per liter di tengah kenaikan harga minyak mentah.
"Kan kita jual minyak, orang suka salah paham. Saya koreksi soal subsidi nih, supaya masyarakat paham. Kita kan ditentukan Rp 1.100, ketika harga minyak lagi tinggi, pemerintah kan enggak naikin minyak, Pertamina tuh nombok. Itu kalau lihat arus kasnya Pertamina, merah semua," ujarnya saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Oleh sebab itu, ketika harga minyak mentah turun, Pertamina tidak ikut menurunkan harga. Tujuannya untuk membantu menyehatkan keuangan perusahaan yang sebelumnya sudah merah akibat 'nombok'.
Baca juga: Update Terkini Harga BBM di SPBU Pertamina, Shell, BP dan Vivo per Senin, 17 Juli 2023
Ahok pun memastikan, Pertamina tak mengambil untung besar dari penjualan BBM karena merupakan bagian penugasan negara.
"Terus kenapa minyak turun (BBM Pertamina) enggak turun (harganya)? Karena bandingin swasta, waktu naik kan kita enggak naikin, dan waktu turun, itu kita jual minyak di SPBU, ambil untung udah paling tipis karena memang tugas pemerintah," papar dia.
Ia menambahkan, dalam upaya menjaga kesehatan keuangan Pertamina ketika harus 'nombok', perusahaan pun melakukan optimalisasi biaya atau cost optimization.
Salah satunya dengan penerapan penerapan digitalisasi yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Lewat optimalisasi biaya tersebut, Pertamina mampu menghemat Rp 3,27 miliar dollar AS dalam tiga tahun atau sepanjang 2021-2022.
"Jadi Pertamina untung itu karena optimalisasi biaya sebetulnya," imbuh dia.
Menurutnya, strategi cost optimization akan terus dilakukan untuk menjaga kesehatan keuangan perusahaan. Ia bilang, penghematan akan dilakukan dengan memindahkan kantor-kantor anak usaha Pertamina ke aset-aset yang memang dimiliki perusahan, alias tidak menyewa lagi.
"Kalau tidak mau bebankan minyak ke masyarakat, ya jelas lakukan penghematan. Penghematan paling nyata tuh ya pindahin kantor," kata dia.
"Ngapain kamu punya rumah, rumah kamu dibiarin, didudukin penghuni tidak berhak, terus kamu sewa rumah, lucu enggak? Kamu kerjanya deket rumah kamu dong. Itu saja logikanya," tutup Ahok.
Butuh Waktu
Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sudah meninggalkan level 70 dolar AS per barrel pada Juni lalu.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan, ICP sebesar 69,36 dollar AS per barrel pada Juni 2023. Ini menjadi kali pertama sejak Agustus 2021 harga ICP berada di bawah 70 dollar AS per barrel.
Lantas dengan harga minyak mentah yang terus menurun, apakah harga Pertalite bisa disesuaikan? Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro mengatakan, ICP memang menjadi salah satu komponen pembentuk utama harga bahan bakar minyak (BBM) selain nilai tukar rupiah.
Namun untuk melakukan penyesuaian harga BBM, diperlukan jangka waktu sekitar 2 bulan untuk melihat perkembangan harga ICP dan kurs rupiah.
"Tentu perlu dilihat average-nya, jadi kalau penentuan harga BBM itu kan menggunakan rata-rata harga minyak dan nilai tukar rupiah yang paling pokok," tutur dia, kepada Kompas.com, Senin (10/7/2023).
Lebih lanjut ia menjelaskan, apabila harga rata-rata ICP di bawah 70 dollar AS per barrel hanya berlangsung kurang dari 1 bulan, maka penyesuaian harga Pertalite memang belum bisa dilakukan.
Sebab, masih terdapat komponen pembentuk harga BBM lain, yakni kurs rupiah dan pajak. Akan tetapi, jika rata-rata harga ICP bisa berada di bawah 70 dolar AS per barrel dalam kurun waktu 2 bulan, maka penyesuaian harga Pertalite seharusnya bisa dilakukan. Hal ini dengan asumsi nilai tukar rupiah juga stabil pada kisaran Rp 15.000 per dolar AS.
"Apakah bisa diturunkan kalau rata-rata ICP 70 dolar AS per barrel periode 2 bulan? Bisa diturunkan," kata Komaidi.
"Tapi kalau hanya 1 minggu terus naik kembali saya kira akan sulit bagi pemerintah untuk megambil kebijakan itu," sambungnya. (Kompas.com/Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.