Selasa, 26 Agustus 2025

Wamentan Sudaryono Beberkan Alasan Pemerintah Buka Keran Impor Sapi Hidup dari Brasil

Mendatangkan 2 juta sapi dari Brasil dianggap mudah tanpa mengganggu keseimbangan ekonomi atau jumlah sapi di negara tersebut.

Tribunnews/Taufik Ismail
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono. Pemerintah menyediakan lahan peternakan bagi mereka yang ingin berinvestasi di peternakan dengan mendatangkan sapi dari luar negeri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia membuka keran impor sapi hidup untuk memenuhi kebutuhan daging dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan mendukung Indonesia menuju swasembada daging serta susu.

Impor ini akan dilakukan oleh pihak swasta, dengan pemerintah menyediakan lahan peternakan bagi mereka yang ingin berinvestasi di peternakan dengan mendatangkan sapi dari luar negeri.

Satu negara yang disebut secara spesifik oleh Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono sebagai sumber sapi impor ini adalah Brasil.

Targetnya, 2 juta sapi hidup dari Brasil didatangkan hingga 2029. Jumlah tersebut terdiri dari 1,2 juta sapi perah dan 800 ribu sapi pedaging.

Baca juga: Impor Sapi dari Brasil untuk Program Makan Bergizi Gratis Dipermudah

Ada beberapa alasan mengapa Brasil dipilih sebagai negara sumber sapi impor ini.

Pertama, Sudaryono menyebut sapi dari Brasil sudah puluhan tahun terbebas dari Penyakit Mulut dan Kaki (PMK).

"Brasil ini sudah sekian puluhan tahun bebas PMK. Insyaallah mereka akan mendapatkan sertifikasi bebas [PMK], sehingga kita tidak ada isu lagi urusan PMK," katanya dalam acara bertajuk 3 Bulan Pertama Prabowo-Gibran Memimpin Indonesia, Selasa (28/1/2025).

Kedua, ia mengatakan bahwa Brasil memiliki populasi sapi yang besar.

Dengan jumlah yang melimpah, mendatangkan 2 juta sapi dari Brasil dianggap mudah tanpa mengganggu keseimbangan ekonomi atau jumlah sapi di negara tersebut.

Ketiga, Brasil merupakan negara tropis, sama seperti Indonesia.

Oleh karena itu, sapi dari Brasil dianggap lebih mudah beradaptasi dengan cuaca di Indonesia, dibandingkan sapi dari negara subtropis Eropa yang mungkin memerlukan penyesuaian lebih sulit.

"Brasil ini kan kayak kita ya, negara tropis. Jadi sapinya sapi tropis, relatif... ya mungkin penyesuaian enggak terlalu sulit dibandingkan kita mendatangkan sapi-sapi dari Eropa yang dari negara subtropis," ujar Sudaryono.

Ia kembali menegaskan bahwa di sini bukan pemerintah yang mengimpor sapi. Tidak ada penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di aktivitas ini.

Namun, pemerintah membuka kesempatan bagi swasta, baik dari perusahaan dalam maupun luar negeri, koperasi, atau perorangan untuk berinvestasi di sektor peternakan RI dengan mendatangkan sapi dari luar negeri.

Sejauh ini, menurut catatannya, sudah ada 160 perusahaan yang menyatakan minat untuk berinvestasi dan mendatangkan sapi impor dari Brasil dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari 50 ribu hingga 100 ribu sapi

Kini, Sudaryono menyebut sudah ada regulasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal impor sapi oleh para pihak swasta ini.

"Nah, PP-nya sudah diteken oleh presiden, sudah diundangkan, nah ini sekarang di fase implementasi. Ikan sepat ikan bagus, makin cepat makin bagus," ucapnya.

Dikritik DPR

Keputusan pemerintah membuka keran impor ini menuai kritik dari Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan.

Johan mengungkapkan keprihatinannya atas keputusan Pemerintah yang masih bergantung pada impor bahan pangan, termasuk impor 200 ribu sapi dari Brasil untuk mendukung program ini. 

Menurutnya, ketergantungan pada impor bahan pangan memiliki sejumlah dampak negatif.

Pertama, Tekanan pada Anggaran Negara. Fluktuasi harga global dapat membebani anggaran, apalagi jika nilai tukar rupiah melemah.

Kedua, Risiko Pasokan Global. Gangguan rantai pasok internasional, seperti krisis pangan atau kebijakan pembatasan ekspor dari negara lain, dapat mengancam keberlanjutan program.

"Ketergantungan pada impor adalah solusi instan yang tidak berkelanjutan. Kita harus menjadikan program ini sebagai pendorong untuk memperkuat ketahanan pangan lokal dan mengurangi ketergantungan pada bahan pangan impor," tegas Johan di Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Johan menekankan pentingnya penguatan produksi lokal. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor peternakan lokal.

Berikan subsidi kepada peternak kecil, perbaiki sistem distribusi pakan, dan fasilitasi peternakan modern berbasis komunitas.

"Peternak lokal harus menjadi tulang punggung program ini," ucap Johan.

Kedua, imbuhnya, diversifikasi sumber protein. Johan menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan pada sapi dengan mendorong produksi alternatif sumber protein seperti ikan, ayam, dan kambing.

Indonesia memiliki potensi besar di sektor perikanan dan peternakan unggas.

"Kita harus memanfaatkannya untuk mendukung kebutuhan protein masyarakat," tutur Johan.

Ketiga, lanjut Johan, infrastruktur dan teknologi. Pembangunan fasilitas seperti cold storage, sistem irigasi, dan fasilitas produksi pakan harus menjadi prioritas.

Selain itu, pemerintah perlu memperkenalkan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi peternakan.

"Keempat, perlindungan pasar lokal. Pemerintah perlu melindungi peternak lokal dari dampak impor melalui kebijakan tarif dan kuota impor yang ketat. Jangan biarkan pasar lokal kalah oleh produk impor. Peternak kita butuh dukungan nyata," ujar Johan.

Kelima, kata Johan, edukasi dan diversifikasi konsumsi. Johan juga mengusulkan kampanye edukasi untuk mendorong masyarakat mengonsumsi pangan lokal yang beragam, seperti ikan air tawar, ayam, dan hasil tani lainnya.

Ia pun mengingatkan bahwa swasembada pangan adalah tujuan jangka panjang yang harus diperjuangkan bersama.

"Program makan bergizi gratis ini harus menjadi bagian dari strategi besar untuk mencapai kemandirian pangan. Jika kita hanya mengandalkan impor, program ini akan menjadi pedang bermata dua yakni membantu masyarakat dalam jangka pendek, tetapi melemahkan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang," pungkasnya. 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan