Rabu, 12 November 2025

Mantan Direktur WHO Dorong Dialog Global Soal Inovasi dan Kebijakan Tembakau

Dialog global tentang pengurangan bahaya tembakau disebut seharusnya berfokus pada solusi berbasis sains dan kolaborasi lintas sektor.

istimewa
INDUSTRI TEMBAKAU - Petani tembakau membawa hasil panen. Dialog global tentang pengurangan bahaya tembakau dinilai seharusnya berfokus pada solusi berbasis sains dan kolaborasi lintas sektor. 

Ringkasan Berita:
  • Adanya regulasi yang terfragmentasi dan tidak proporsional.
  • Diperlukan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat.
  • Membangun kepercayaan dan kolaborasi jangka panjang antara sektor publik, akademisi, dan industri.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Penelitian, Kebijakan & Kerjasama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof. Tikki Pangestu, melihat inovasi teknologi tembakau pada saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mengatasi epidemi merokok global.

Hal tersebut disampaikan Tikki dalam sesi panel Symposium 6: Strengthening Health Resilience in the Era of Global Challenges di acara International Military Medicine Symposium & Workshop (IMEDIC) 2025, belum lama ini.

Menurutnya, ada lima hambatan utama yang menyebabkan lambatnya implementasi adopsi strategi pengurangan risiko tembakau (Tobacco Harm Reduction/THR), yang berdampak pada upaya menurunkan prevalensi merokok di berbagai negara.

Hambatan pertama adalah sikap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sangat anti-pengurangan bahaya tembakau.

Baca juga: Pemerintah Tunda Kenaikan Tarif Cukai Tembakau, Disebut Beri Kepastian bagi Pelaku Industri

"WHO sebagai badan kesehatan dunia sangat berpengaruh. Jadi, jika WHO mengambil posisi menolak, negara-negara cenderung mengikuti arahan mereka," katanya dikutip dari Kontan, Kamis (6/11/2025).

Ia menyebut, kondisi ini membuat negara-negara, khususnya berpenghasilan menengah ke bawah, sering kali mengalami keterbatasan dalam menilai manfaat dari implementasi pengurangan risiko tembakau melalui penggunaan produk tembakau alternatif.

Hambatan kedua, regulasi yang terfragmentasi dan tidak proporsional, yang memengaruhi keterjangkauan, aksesibilitas, dan keamanan produk tembakau alternatif.

Hambatan ketiga adalah maraknya misinformasi tentang bahaya dan manfaatnya, serta penggunaan bukti secara selektif yang memengaruhi WHO hingga pembuat kebijakan. 

Hambatan keempat adalah pengecualian terhadap industri. Umumnya terdapat ketidakpercayaan terhadap motif industri karena warisan citra buruk di masa lalu. 

Sehingga banyak pihak, termasuk WHO dan pembuat kebijakan, tidak percaya pada niat industri meskipun kini berupaya beralih ke produk yang lebih rendah risiko.

Hambatan kelima adalah upaya untuk mengalihkan perdebatan dari usaha berhenti merokok menjadi fokus pada nikotin dan kecanduan, serta risiko bagi generasi muda. 

Ia menilai, kelima hambatan tersebut melahirkan konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan publik yang tidak proporsional hingga meningkatnya perdagangan gelap produk tembakau alternatif di negara-negara yang melarangnya.

“Ketika Anda melarang sesuatu, Anda mendapatkan pasar gelap, penyelundupan, dan bahkan kekerasan dalam penjualan,” jelasnya.

Dialog, Kolaborasi, dan Kepemimpinan

Sumber: Kontan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved